9.03.2013

Hijab : Bara Api Bagi Muslimah

Catatan ini ku tulis pada tanggal 12 Agustus 2012 di Evernote.
Hari itu, ku pandangi gadis itu dengan banyak tanda tanya di kepalaku. Aku sungguh ingin tau, tidakkah ia merasa sangat biasa? Gadis itu adalah seorang muslimah dengan jilbab lebar terurai, rok lebar dan baju panjang yang mencapai lututnya itupun masih ia selubungi lagi dengan sebuah baju tebal. Ia nyaris tak berbentuk, kataku dalam benak.

Ia seperti sedang berkabung, hanya kain-kain berwarna hitam yang membalut tubuhnya. Di siang hari yang sangat terik seperti ini, apakah ia tak merasa kepanasan? Apakah ia seorang pecinta jejepangan atau emo yang tidak suka dengan indahnya warna-warni layaknya gadis-gadis pada umumnya? Sekelibat pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul ketika aku melihatnya. Ia sungguh tampak sangat biasa, selapis bedak pun tak ku lihat menempel di wajahnya. Mungkin tak ada orang yang tertarik sama sekali untuk melihatnya. Tapi, pemandangan aneh seperti itu justru membuatku tertarik. Aku ingin tau, apakah semua perkiraanku itu benar atau ada sesuatu yang tidak ku pahami?

Dari situlah aku terus mencari tau sedikit demi sedikit. Ku baca banyak artikel, hingga ku temukan satu kata yang menjawab semuanya. Hijab. Namun setelah ku cari tau lebih jauh, betapa aku merasa seperti tertampar, tertohok dan merasa sangat malu. Ternyata apa yang ku bayangkan selama ini salah. Ternyata aku lah justru manusia yang tak tau apa-apa.

Pemikiran seperti itu muncul karena aku tidak memahami hal-hal yang seharusnya menjadi kewajibanku. Kukatakan ia gadis yang biasa-biasa saja, namun ternyata di balik hijabnya ia adalah wanita yang luar biasa.

Ku katakan tidakkah ia kepanasan? Justru apa yang ia lakukan sekarang demi menghindari panasnya api neraka di hari kemudian.
Kataku ia tak berbentuk, tetapi sesungguhnya di balik hijabnya itu telah terbentuk kepatuhan luar biasa pada tuhannya.
Ku katakan ia sedang berkabung, ya benar tentu saja ia berkabung melihat saudara-saudarinya telah tergerus modernisasi, termakan zaman!

Ku katakn pula, mungkin ia tak menyukai aneka warna tetapi sesungguhnya di balik hijabnya tersimpan begitu banyak keindahan, tersimpan intan permata yang sungguh tak tertandingi harganya.

Tak ada orang yang akan tertarik padanya. Ya, itu memang benar karena itu adalah tujuan sesungguhnya. Ia hindari tatapan-tatapan liar manusia, ia lindungi dirinya dari kemaksiatan demi menghindari perhatian manusia dan mengalihkan perhatian Tuhan padanya.

Aku malu, aku takut, aku sedih. Betapa pemikiran sekulerisme dan liberalisme sudah merasuk dalam pemikiranku. Dan juga kenyataan bahwa aku tidak menyadarinya, itu jauh lebih menyakitkan.  Memang benar adanya, kini kita tidak sedang diperangi untuk meninggalkan Islam seperti zaman dahulu. Tapi kita diperangi dengan cara "kulitnya saja yang Islam tapi pemikirannya menolak Islam''.

Pantaslah jika Rasulullah bersabda:
“Akan tiba suatu masa ketika itu orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti halnya orang yang sedang menggenggam bara api.” [HR.Tirmidzi 2260, as-Shahihah 957]
Menggenggam Bara Api

Dan menggenggam bara api itu pun juga terjadi pada muslimah. Di tengah maraknya perkembangan fashion, mampukah kita bertahan? Bertahan untuk menggenggam bara api itu. :''

Semoga saya atau anda yang membaca ini termasuk penggenggam bara api itu dan bukan membuangnya. Bertahanlah, meskipun itu sulit.

Dan aku masih mencoba belajar, belajar mencuri perhatian Tuhan.

Tambahan:


Jujur, pertama kali aku nyoba pakai khimar ini, aku gemeteran. (^^")>


No comments: