2.22.2015

Ilmu dan Harta

"Kalau soal harta, pandanglah ke bawah. Kalau soal ilmu, pandanglah ke atas." -Ibuku


Ibu; seorang wanita yang saat kecil harus bersembunyi di bawah meja agar tidak ketahuan sedang belajar. :')

Saat Bertemu

"Dalam rangka apa mukena itu dikeluarin?" celetuknya.

"Nggak kenapa-napa, yang itu udah kotor aja." jawabku.

Pertanyaan sederhana itu membuatku berpikir, selama ini sebagian besar orang memiliki pola pemikiran seperti ini dan ternyata saya termasuk di dalamnya. Pola pikir apa yang saya maksud? Mari saya jelaskan.

Ketika kita akan bertemu orang yang penting, ya anggaplah dosen atau dekan di kampus pasti sebisa mungkin kita mencoba untuk tampil prima. Baik dari segi penampilan atau pun sikap. Kita memakai baju yang rapi, sopan, bersih serta wangi. Kita akan merasa malu dan takut jika penampilan kita tidak baik. Kita berusaha meninggalkan kesan sebaik mungkin di hadapan mereka.

Lain lagi ketika keluar rumah atau menghadari undangan. Wih.. Kadang lebih habis-habisan lagi. Kita berusaha memilih pakaian terbaik, memakai sepatu yang cocok, dan membubuhkan riasan di wajah. Bahkan terkadang kita rela merogoh kocek untuk itu semua.

Terbuka-Tertutup

"Kombinasi terburuk itu waktu pemikiran yang TERTUTUP digabung dengan mulut yang TERBUKA, begitupun sebaliknya."

-dari Tumblr nya Choqi Isyraqi

Right Person

 
Image by Tampyu

Tidak jarang saya menemui, orang-orang di sekeliling saya berubah ketika mereka menjalin ikatan dengan seseorang. Entah itu menjadi lebih baik atau justru sebaliknya. Saya senang ketika melihat mereka menjadi orang yang lebih bahagia, lebih ceria, terlebih jika menjadi lebih baik dari segi sikap, pengetahuan, amalan, cara pandang dan lain-lain. Saya bahkan berharap mereka segera bersama dengan ikatan yang halal.

Ada yang tadinya tidak suka membaca, berubah menjadi lebih suka membaca. Ada yang tadinya bersikap kekanak-kanakan, berubah menjadi lebih dewasa. Ada yang tadinya tidak berhijab, berani mencoba menggunakan pakaian lebih tertutup. Ada yang tadinya susah diberi nasehat, berubah menjadi orang yang justru mencari sendiri kebenarannya.

Menarik. Betapa besar kekuatan itu mampu menggerakan seseorang untuk berubah.

Namun, tidak jarang juga saya temui sebaliknya, justru semakin buruk. Ada yang tadinya dewasa, menjadi kekanak-kanakan. Ada yang tadinya bahagia, menjadi bersedih. Ada yang tadinya rajin, menjadi pemalas. Ada yang tadinya mudah diberi nasehat justru menjadi sulit menerimanya.

Menyukai seseorang seharusnya menjadikanmu pribadi yang lebih baik dan memacumu untuk terus lebih baik. Tidak membuat mabuk kepayang, lupa dan hilang kesadaran. Ia membuatmu bercermin, bukan bertopeng. Ia membuatmu memperbaiki diri bukan menutupi kekurangan diri dengan kepura-puraan.

Jadi, jika ia yang engkau sukai atau bersamai membuatmu menjadi tidak lebih baik.. Is s/he the right one? I think no. :)


Harapan

Saya memiliki seorang teman. Dia mengaku dirinya adalah orang yang pesimis. Bukannya tidak pernah memiliki harapan yang tinggi, pernah. Tetapi, kerap kali ia merasa amat terjatuh ketika harapannya tidak terwujud. Ia takut terjatuh, takut kecewa dan merasakan sakit. Sebagai seorang teman, tentu saya menyemangatinya untuk menjadi sosok yang optimis. Saya katakan, jangan takut dan berharaplah setinggi mungkin. Saya berkata begitu karena ketika harapan kita tinggi dan saat itu kemungkinan terburuknya adalah jatuh maka kita akan jatuh sedikit di bawah harapan kita. Seperti kata Ir. Soekarno, "Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau jatuh di antara bintang-bintang." Sekalipun jatuh, kita tidak jatuh ke dasar namun sedikit di bawah pencapaian yang kita inginkan.

Akan tetapi, saya sendiri pun tidak menampik perasaan takut sejenis. Saya selalu bertanya pada diri sendiri, apakah bisa jika kita hanya berharap tanpa rasa kecewa? Berharap setinggi mungkin dan tidak menerima rasa kecewa apapun saat harapan tersebut tidak tercapai. Jawabannya adalah tidak. Harapan selalu berbanding lurus dengan risiko menerima kekecewaan. Makin besar kita berharap, makin tinggi angannya maka makin besar potensi kekecewaannya, makin tinggi kemungkinan posisi terjatuhnya. Tentu, makin sakit rasanya.

Lalu, apa tidak boleh kita berharap? Boleh. Namun, bersiaplah untuk memperbesar kapasitas hatimu menampung kecewa. Itu kuncinya. Orang-orang dengan harapan besar tidak pernah takut, karena mereka tahu seberapa luas dan besar hatinya untuk menampung kecewa.

"Seberapa besar kita boleh berharap? Sebesar kapasitas hati kita untuk menampung rasa kecewa." -Nazrul Anwar


2.21.2015

Matinya Hati

"Sebagian tanda-tanda dari matinya hati ialah apabila tidak merasa sedih ketika terlewat sesuatu amal kebaikan, dan tidak menyesal bila telah melakukan perbuatan buruk." -Ibn 'Ataillah al-Iskandar


"Bila Allah sayangkan seseorang, Allah akan datangkan rasa bersalah dalam hatinya terhadap dosanya." -Habib Ali Zaenal Abidin


 "Hukuman terberat atas suatu dosa adalah perasaan tidak berdosa." -Ibnu Jauzi


Matinya hati dan perasaan tidak berdosa. :(


2.18.2015

Ujian

Apakah Tuhan selalu menghadirkan segala sesuatu di waktu yang tepat? Kadang, saya berpikir beberapa hal dihadirkan di waktu yang tidak tepat, sebagai ujian, ujian yang menguatkan.

2.05.2015

Aku.. Ingin..

Aku.. aku selalu ingin jadi yang pertama kali engkau pikirkan saat membuka mata. Aku juga selalu ingin jadi yang terakhir engkau pikirkan sebelum menutup mata. Tidak hanya itu, bahkan di hari-harimu. Kala sibukmu..

Aku.. aku selalu ingin jadi yang pertama melihat senyummu saat bahagiamu. Aku ingin jadi orang pertama yang engkau ingat dan beritahu kala itu. Aku juga ingin engkau selalu berbagi kesedihanmu dan bersadar padaku kala tak mampu kau pikul beban-beban itu.

Aku.. aku selalu ingin jadi yang pertama engkau sapa. Aku ingin jadi orang pertama yang kau perhatikan di antara sekian banyak hal-hal lain yang mengalihkan perhatianmu.

Aku.. aku ingin jadi yang pertama kau jumpai dari sekian perjumpaan di hari-harimu. Aku ingin kau menjumpaiku secepat mungkin saat aku memanggilmu, saat aku rindu padamu.

Aku.. aku ingin menjadi orang yang menghabiskan paling banyak waktu bersamamu. Aku ingin engkau selalu meluangkan banyak waktumu untukku. Aku ingin engkau selalu memikirkanku bahkan saat tak membersamaimu.

Aku.. aku ingin menjadi yang paling istimewa. Aku ingin melihat keindahanmu untuk diriku sendiri. Aku ingin engkau menyimpannya, tidak menunjukkannya pada yang lain. Aku ingin hanya padaku kau menunjukkannya.

Apakah cinta kadang bisa seegois itu?

Apakah Tuhan juga ingin begitu saat kita mencintainya dan Dia mencintai kita?

2.04.2015

Sekali

"Satu kesedihan hanya patut ditangisi sekali. Seperti kita yang tidak dapat tertawa pada lelucon yang sama dua kali. Maka janganlah menangis untuk kesedihan yang sama pula lebih dari sekali."