7.20.2013

Di Balik Tuntutan Aktivis Kampus

Ini treat dari kaskus, isinya menyentuh dan nampol! Sumber : *RENUNGAN* SURAT DARI HATI SEORANG IBU (“wajib baca buat para aktivis)
  
Orang bilang anakku seorang aktivis, Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana. Orang bilang anakku seorang aktivis, dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis, ttapi bolehkah aku sampaikan padamu nak? “Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.”

Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu,ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak,tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.



Anakku, kita memang berada disatu atap nak, di atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini. Masih teringat oleh ibumu ini kenangan kenangan manis ketika engkau masih ada didekapanku, dipelukanku.

Tapi kini dimanakah rumahmu nak? Ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini,tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau engkau,katamu engkau sedang sibuk mengejar deadline.

Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu, yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku?

Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu nak? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak?

Anakku, ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan. Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak? bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga nak?
Anakku,ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana.

Ternyata memang tak ada nak, tak ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini. Padahal nak, andai engkau tahu sejak kau ada dirahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda untukmu, putra kecilku..

Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional. Boleh ibu bertanya nak, dimana profesionalitasmu untuk ibu? dimana profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kau buat?

Ah, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu..

Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta, ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.

Maafkan aku ibu yang selama ini telah membuat hatimu yang lembut itu terluka, aku mohon maafkan aku IBU.

Diizinkan utk meng-share kesemua orang apapun medianya. Selagi itu positif dan membuat orang lain menjadi lebih baik. Kenapa tidak????

SEMOGA BERMANFAAT BUAT AGAN AGAN SEMUA

Surat ini.. benar-banar serasa menampar pipi.

Sebagai salah satu organisatoris atau aktivis kampus atau apalah kami disebut, kehadiran kami selalu mewarnai lingkungan kampus setiap saat. Tak terkecuali di masa liburan seperti ini. Tapi taukah, ada sesuatu yang tidak kita tau atau sadari di balik itu semua. Sebuah tuntutan, tuntutan untuk berkorban.

Katanya mereka posisi ini adalah suatu prestasi dan kebanggaan. Banyak waktu yang dicurahkan untuk agenda rapat, bertemu orang penting, menyusun acara, juga mengkader anggota. Semua itu tidak bernilai, pengalaman yang didapat tentu sangat berharga, priceless. Tapi, sadarkah wahai saudara-saudariku.. kita juga telah banyak kehilangan sesuatu yang berharga dan tak ternilai, yaitu waktu untuk diri kita sendiri, waktu untuk orang tua kita, ibu dan ayah.

Pernah kau sadari berapa banyak telepon yang kau abaikan karena kesibukanmu dengan agenda rapat? Pernah kau sadari berapa banyak pesan yang tertunda untuk dibalas karena kau sibuk dengan pikiran bagaimana caranya agar acaramu sukses? Jawablah.. mungkin saja orang tuamu ingin tau, sedang apa anaknya, baik-baik saja kah? Sudah makan kah? Tapi, apakah pikiran-pikiran seperti itu pernah muncul di benak kita?

Sejujurnya, aku pun sampai detik ini tidak pernah berani mengatakan yang sejujurnya jika aku adalah aktivis atau organisatoris pada kedua orang tuaku. Aku terlalu takut untuk mengatakan bahwa waktuku banyak terbuang untuk urusan ini, dan mengambil hak mereka untuk bersamaku. Ibu, bukan anakkmu ini tidak rindu. Tapi sungguh anakmu minta maaf karena juga tak cukup berani mengabaikan amanah ini. Maaf atas telepon yang kadang terabaikan. Maaf atas pesan yang kadang terlambat untuk terbalaskan. Anak ini rindu sungguh rindu.. Maafkan anakmu yang mengorbankan perasaanmu.

Ibu, ayah.. Aku tau pengertianmu amatlah besar, hatimu amatlah lapang untuk memahami anakmu ini. Namun aku pun tau, bahwa rasa rindu pun seketika bisa menyempitkan hatimu dan menyesakkan dadamu. Tunggulah.. tunggulah.. Anakmu sebentar lagi akan pulang. 

Untuk Ayah dan Ibu yang selalu ku rindukan.

I'l be home soon, mom..


No comments: