1.10.2014

Peperangan Di Antara Wanita



Saya sempat terdiam, berpikir sejenak dan mengangguk perlahan. Kemudian, saya tersenyum sebagai tanda malu. Saya malu karena apa yang waktu itu saya baca, ada benarnya. Dan sekali lagi, saya tidak sadar bahwa saya telah 'terseret'.

Adalah tulisan mas Kurniawan Gunadi "Perang Cantik" yang saya baca beberapa hari yang lalu, saya lupa tepatnya hari apa. Tapi yang jelas, makna di balik tulisan itu sama sekali tidak saya lupa. Mari saya ceritakan sedikit-- tentunya dengan bahasa saya.

Saat ini, banyak wanita yang berlomba-lomba untuk menjadi cantik. "Wanita mana sih yang tidak ingin terlihat cantik?" Bahkan, saya tidak bisa menyangkalnya. Entah soal cantik dari sisi mana, dari segi apa, wanita tetap saja ingin terlihat cantik. Mari sebentar saja kita kesampingkan persoalan ingin terlihat cantik yang seperti apakah wanita itu.

Tetapi, tampaknya jenis-jenis kecantikan wanita saat ini tidak ada kategorinya. Semua menganggap sama saja. Wanita cantik itu yang kulitnya putih mulus, tau cara berpakaian yang menarik, bisa merias diri, dan hal-hal sejenis itu. Mungkin--saya katakan mungkin--sebagian besar berpikiran seperti ini. Setidaknya wanita itu sendiri.

Tidak salah kan? Tentu tidak. Namun, paradigma seperti itu telah membuat para wanita menjadi budak kecantikan. Mereka membuat kesan cantik bukan dari kesan cantik yang ia inginkan, tapi berdasarkan apa yang orang lain inginkan, apa yang orang lain pikirkan. Tidak salah jika saat ini banyak wanita terseret, terseret pada 'definisi cantik di mata orang lain'. Tidak lain dan tidak bukan, berdasarkan penampilan fisik, kulit.
Harga diri perempuan yang kini telah terkomersialkan oleh produk kecantikan, kosmetik, atau pakaian. Seorang perempuan merasa cantik setelah mengenakan make-up. Merasa cantik setelah memakai high-heels atau busana tertentu. Meski fitrahnya perempuan mencintai keindahan, namun menggantungkan ‘keindahan’ nya pada barang-barang yang melekat itu sangat memprihatinkan. Seolah-olah dirinya adalah seonggok barang tidak indah yang kemudian ditempeli barang-barang indah agar nampak indah. Ah rumit.
 Kurniawan Gunadi - Dalam Tulisan: Harga Cantik

 Salah satu kalimat yang menghentak batin saya.

Diam-diam, selama ini saya pun menempeli diri saya dengan benda-benda yang menurut orang lain indah. Sampai-sampai saya lupa, wanita itu indah bukan karena ditempeli perhiasan-perhiasan duniawi itu. Tapi karena, perhiasan itu adalah wanita itu sendiri.

Baik secara diam-diam atau terang-terangan, kita, para wanita melakukannya. Sadar atau tidak. Kita pun, secara diam-diam melakukan peperangan dengan wanita lainnya. Berlomba-lomba untuk dinilai cantik, sampai terlupa cantik itu punya kategori.

Sayang, di tengah perlombaan ini, yang menampilkan kulit ini, dinilai terlalu banyak juri, banyak penilai. Penilai dari banyak pasang mata yang sesungguhnya tidak pantas untuk menilai kecantikan para wanita, ya jika parameternya hanya kulitnya.

Maka marilah kita kembali membuka pemikiran kita, hai para wanita. Cantik itu punya kategori, mau menjadi cantik dari sisi apakah kamu? Yang jelas, saya akan memberitahumu satu hal. Bahwa 'kulit', selama dan seekstrim apapun kita menjaganya, akan menua pada masanya.

Maka, sudah seharusnya kita berperang untuk menjadi cantik dari sisi yang lain, selain kategori kulit itu. Karena ketahuilah, di luar sana ada banyak wanita yang berperang untuk menjadi cantik, menjadi jauh lebih berharga, pada hal-hal yang jauh lebih penting dan kekal.

Dan jadikanlah, satu-satunya penilai kita adalah Allah swt, cukup, tidak perlu penilai yang lain. Termasuk soal seberapa cantik kita.

:)

No comments: