10.20.2013

Belajar Masak? Sekarang atau Nanti?

Nulis bentar ah..

Seharian ini setengah hariku diisi dengan menatap sampai jenuh layar laptop, mengerjakan beberapa persiapan untuk menghadapi minggu ini. Sepertinya, minggu depan akan menjadi another day-nggak nyantai untuk ke-seribu kalinya. Ah, hiperbola sekali. Sekalian curhat. Hehe

Memang nggak salah jika minggu nanti--tepatnya dimulai esok hari akan menjadi minggu yang lumayan sibuk. Prediksiku, 2 minggu ini akan menjadi minggu yang penuh dengan wara-wiri dan pemikiran ekstra. Pasalnya, mulai tanggal 21 Oktober pihak fakultas menuntut UTS dilaksanakan. Celakanya bagi kami anak farmasi, sebagian praktikum tetap berjalan, ditambah lagi ada acara besarnya fakultas. Bayangkan minggu UTS dan praktikum bersatu padu diiringi dengan kegiatan tersebut. :) Pasti sesuatu..

Baiklah, sekian curhat colongannya, kembali ke topik yang ingin aku ceritakan hari ini yaitu.. MASAK!
:D Pernah begini nggak?
 Setelah menguras otak mengerjakan tugas dan laporan, sepertinya laptopku mulai memanas. Perutku pun mulai berdendang, kemudian disusul dengan efek letih, lesu dan lunglai. Intinya, aku lapar. Terbesit niatan untuk masak. Rasanya, sudah lama sekali asap dapurku tidak mengebul, yang mengebul adalah dompetku--alias beli makan di luar terus. :D Tentu saja itu berefek pada malnutrisi dompet dan pengeluaran yang cukup besar hanya untuk makan. :(

Demi mengobati kerinduan ini, akhirnya aku memutuskan untuk menyusun list belanja. Kebetulan persediaan beberapa bahan dapur seperti cabe dan bawang merah mulai menipis. Tapi, aku tidak pergi siang hari karena cacing-cacing di perut sudah terlalu ganas untuk menunggu. Jadilah makan siang--yang dirapel dengan sarapan--ku berupa telur dadar. -_- Hari ini hujan deras dan itu menambah kemalasanku untuk keluar rumah.

Sorenya, aku pergi ke pasar tradisional untuk membeli beberapa bahan yang ingin ku masak. Sekarang boleh dibilang aku tidak terlalu canggung saat pergi ke pasar dan berbelanja. Ya, boleh dibilang sudah bisa membaca pasar lah--kenapa jadi bahasa bisnis begini. Intinya sudah nggak bingung dan kikuk ketika belanja karena sudah lumayan tau harga bahan-bahan tertentu.

Pernah, waktu awal-awal tinggal di sini dan pengen banget masak. Aku pergi ke pasar dan membeli cabe. Berhubung aku penyuka pedas, aku berniat membeli cabe yang cukup banyak. Karena saking bingungnya mengatakan seberapa banyaknya, aku pun secara spontan mengatakan "Bu, cabenya 1/4 ya!" Seingatku ukuran 1/4 kg itu tidak terlalu banyak. Tapi ternyata, ini cabe bukan kentang atau mentimun. Si ibu penjual heran dan bertanya "Serius mba, mau selamatan ya?" :D Aku pun tersadar dan segera meralat, "Sedikit aja buu..'' dengan sedikit menahan malu.

Jadi teringat salah satu tweet yang pernah di-posting oleh ust.Felix:

Katanya siap dinikahin, tapi jahe sama lengkuas aja nggak bisa bedain. 

Kurang lebih begitu. :D Eh, tapi tapi aku bisa kok ngebedain berbagai macam rempah-rempah, karena di rumah serring tebak-tebakan sama ibu pas sambil bantu-bantu masak. Apalagi aku ini terkadang suka iseng bertanya ini dan itu. :)

Terus, jadi kepikiran lagi deh. Sebenarnya perempuan itu wajib pinter masak nggak sih? Dulu, aku selalu minder dengan skillyang satu ini. Memang, selama masa SD-SMP-SMA, aku selalu tinggal dengan orang tua. Alhasil, ketika mau makan ya tinggal makan, tidak perlu repot masak dsb. Karena kebiasaan itulah aku menjadi sangat jauh dengan yang namanya kegiatan masak-memasak. Ibuku juga bukan tipe wanita yang hobi memasak, beliau lebih suka membuat handmade, menjahit, merajut, dsb. Mungkin karena itu juga aku memiliki kesukaan yang sama. :)

Kembali lagi ke persoalan "Perempuan wajib bisa masak nggak sih?" Kadang, aku merasa tidak juga, tapi kadang aku juga merasa sebenarnya perlu. Kadang merasa tidak perlu karena toh banyak pengakuan wanita-wanita muda yang dulunya nggak bisa masak pada akhirnya expert soal yang satu ini, yah mungkin karena 'sering dilakukan'. Practice makes perfect. Tapi di sisi lain, toh memang itu sudah menjadi salah satu tanggung jawab perempuan nantinya kan. Kenapa musti ditunda-tunda menunggu nanti, kenapa tidak belajar dari sekarang? Kenapa kita tidak menyenangkan seseorang dengan hal-hal kecil seperti memasak untuk dia, misalnya? Bukankah itu manis? ;)

Ya, apapun itu. Belajar tidak pernah merugikan, kan? Kenapa tidak?

Toh bagiku, masak itu amat sangat berguna ketika rindu makanan rumah. Lidah kita sudah terbiasa dengan rasa yang ibu kita ciptakan, jadi biasanya masakan kita tidak jauh-jauh dari itu. Selama menjadi mahasiswa dan jauh dari rumah aku belajar untuk mandiri dan salah satunya belajar untuk memasak. Meskipun rasanya 'enak' menurut seleraku, setidaknya bisa meracik bumbu, memilih bahan makanan yang baik, mengurutkan sayuran mana yang dimasukakan pertama kali dan terakhir kali itu membantu melatih kepekaan, IMO.

Kata Tere Liye, tidak masalah menjadi wanita yang tidak bisa masak saat dinikahi seseorang. Asalkan masih memiliki tekad dan kemauan untuk bisa masak, kursus dsb. Setidaknya, kita masih bisa cuci piring. :D

Iya, benar. Tidak masalah tidak bisa masak, yang penting selalu ada kemauan untuk belajar. Dan aku, memutuskan untuk mulai belajar dari sekarang. Tidakkah itu lebih baik? :)

NB: Bisa memasak dengan enak merupakan salah satu daftar mimpiku ke sekian puluh. Semoga nanti bisa dicoret ya dari daftar! ;)
Ini dia hasilnya, jangan tanya itu yang ijo-ijo apa ya.. :D
Anw, selamat malam dan selamat menikmati santapan makan malam kalian!~


No comments: