Berawal dari kata-kata filosofis isnan, yang walaupun bagaimanapun tetap selalu jatuhnya lucu. Harus diakui, bakat lucunya dan sedikit kepayahannya untuk situasi serius. ;p
Begini kurang lebih kata-katanya (dengan sedikit perubahan):
"Ibarat air mineral yang ada di dalam botol, air tersebut baru digunakan untuk membuat kopi. Komposisinya, caranya tentu sudah tau seberapa. Tapi di situasi ini, air tersebut dibuat menjadi teh, bukan kopi. Jadi seberapa airnya, bagaiman cara membuatnya tentu belum tau seberapa tepatnya. Air itu adalah saya."
Maaf ya perubahannya terlalu banyak. :D Intinya dia bilang begitu. Lalu, aku sedikit terusik atau tersindir lebih tepatnya. Terkadang, aku juga merasa seperti air tersebut. Aku air, dan aku harus membuat kopi, teh, sirup, jus, atau bahkan kuah sup. Aku tetaplah air, tapi bagaimanapun caranya keadaan menuntut air tersebut harus bisa diubah, sesuai kebutuhan. Mungkin sampai di sini pesanku sudah cukup tersampaikan. Air itu tentu bisa diubah menjadi apapun, pun menjadi ketiadaan. Tapi, sebuah proses tentu dibutuhkan, sebuah kesempatan, waktu. Waktu, mungkin adalah obat yang paling baik, juga, guru yang baik, atau pedang dengan dua matanya. Salah satunya, waktu sudah seharusnya menjadi guruku. Tapi guruku menyeretku begitu cepat, sampai terkadang aku tertatih, hampir lumpuh dan kehabisan akal. Lalu aku teringat sebuah pesan:
"Belajarlah sebelum memimpin, karena jika kalian sudah menjadi pemimpin, tidak ada jalan lagi untuk itu.- Umar Bin Khattab"
Aku paham, setidaknya sedikit paham dengan pesan tersebut. Terkadang si air sadar, bahwa ini semua bukan saat yang tepat. Bahwa air, masih ingin mengalir ke segala penjuru yang ada, dari hulu ke hilir. Dari air, menjadi air yang diinginkan menjadi apa. Tapi, menginginkan waktu berputar kembali, berbalik arah adalah permintaan tersulit dan terbodoh. Karena yang paling jauh adalah waktu, dengan kendaraan apapun, waktu yang lalu akan tetap terlalu jauh untuk dijangkau.
Namun, seperti kataku sebelumnya, waktu tetaplah seorang guru. Kini, setidaknya si air bisa memahami, untuk menjadi teh, tentu air harus berbaur dengan daun-daun teh hijau, dengan remah-remah bunga melati. Untuk menjadi kopi, si air harus berbaur dengan butiran halus hitam yang pekat, pahit. Untuk menjadi sirup, si air harus membaur dengan larutan gula, manis, penuh warna dan rasa. Semuanya berbeda, dan menghasilkan perbedaan. Namun tetap dengan satu persamaan, menuai sebuah pembelajaran untuk si air. Setidaknya, dengan itu cukup untuk membuatnya bertahan dan tetap bertahan untuk tetap belajar. Belajar di tengah keadaan, seperti sebuah pesan,
"To know the road ahead, ask those coming back. -Chinese proverb"
Terima kasih isnan, untuk inspirasi di penghujung malam ini. :)
No comments:
Post a Comment