Ini kisah nyata yang saya alami beberapa hari lalu. Waktu itu saya sedang membeli makan malam di luar. Di salah sudut tempat makan itu tengah duduk dua orang asing yang sedang asik mengobrol berdua. Saya tidak terlalu paham, karena bahasa yang mereka gunakan bukan bahasa inggris apalagi indonesia. Saya kerap bertemu kedua orang ini, belakangan saya tahu mereka adalah mahasiswa di Fakultas lain.
Sembari menunggu, sesekali saya
mendengarkan obrolan mereka meskipun tidak sepatah katapun yang saya
pahami. Kebetulan antrian pesanan malam itu cukup panjang sehingga aku
harus menunggu lumayan lama. Aku pun tidak melakukan apapun. Kecuali,
berdiam diri.
Beberapa menit kemudian, pesanan kedua orang
asing ini siap. Selanjutnya tentu transaksi terjadi. Kedua orang asing
itu tidak bertanya banyak, yang satu menyiapkan uang satu lembar 100
ribu dan yang satunya lagi dua lembar, 20 ribu dan 5 ribu.
Bagian
yang menarik perhatian adalah ketika sang penjual berkata harganya 9
ribu. Kedua orang asing ini tampaknya tidak paham dan berkata "ya ya ya"
dan menyerahkan uang mereka begitu saja. Kemudian mereka menunggu. Sepertinya mereka sengaja memberi uang lebih. Ya, mudahnya saja ketika kita tidak tau harganya, beri saja uang lebih nanti jua diberi kembalian, beres.
Si penjual
memberikan kembalian untuk si pemilik 100 ribu tadi dengan beberapa
lembar uang 20 ribu. Entahlah.. Saya tidak tahu berapa persisnya. Sampai
ke orang asing yang kedua, si penjual terlihat bingung. Tiba-tiba, ia
tarik selembar uang seribu rupiah dan menyerahkannya ke orang asing tersebut dengan sedikit gerak-gerik ragu. Ah, orang yang berbohong memang selalu menunjukan gesture yang berbeda.
Saya sempat berpikir sejenak sampai akhirnya sadar di saat kedua orang
asing ini sudah menjauh. Segitu saja kah harga kejujuran di negeri ini?
Mungkin saya salah lihat, mungkin saja uang tersebut bukan seribu tapi
dua ribu. Tapi, itu pun masih kurang dari kembalian yang harusnya orang
asing itu terima bukan?
Saya mungkin salah melihat, tapi saya yakin warna uang tsb bukan merah apalagi biru. Itu uang seribu rupiah, dan hanya satu lembar. Ya, saya berulang kali memastikannya. Atau mungkin saya yang salah. Anggap saja begitu untuk mengobati kekecewaan ini.
Saya kecewa, anggap saja uang sejumlah itu tidak terlalu besar. Tentu tidak besar untuk membeli kejujuran. Tapi, hanya dengan sejumlah uang itu saja kejujuran bisa digadaikan, apalagi dengan jumlah yang jauh lebih besar?
Ah, pantas saja koruptor di negeri ini menjamur. Sepertinya, kejadian tadi cukup menggambarkan betapa murahnnya kejujuran itu. Bagi saya itu terlalu murah, karena sebenarnya nilai kejujuran itu terlalu mahal. Sampai harusnya tidak satu pun dari kita mampu membelinya. Priceless.
Bolehkah saya mengkritisi ini? Ah, mungkin harusnya saya juga berkaca. Masih sering mengambil hak orang lain kah?
No comments:
Post a Comment