Saya bingung. Iya beberapa hari ini saya bingung harus berbuat apa. Saya mau tuliskan juga saya bingung mau menulis apa. Sampai pada kalimat ini pun saya sebenarnya masih bingung mau menulis apa. Tapi ya sudahlah, kan sudah tertulis hehe.
Kenapa tetap menulis? Karena katanya bagaimanapun menulislah untuk tetap memelihara jiwa kita. Menulislah karena nantinya tulisan itu sendiri yang akan memberikan nasehat kepada diri kita, ketika kita tidak tau harus bagaimana. Ketika kita ragu untuk mendengarkan bisik-bisik di dalam hati itu atau tidak. Bagaimanapun menulislah, bukan untuk sebuah pujian atau untuk orang lain. Tapi, semata-mata untuk diri kita sendiri, untuk memelihara jiwa kita.
Saya belakangan bingung karena saya marah. Entahlah, kenapa saya bisa tiba-tiba begitu reaktif dan sensitif. Namun, seperti biasa ketika marah ya saya hanya bisa diam, memendam. Saya mana boleh melemparkan kemarahan pada orang lain. Toh, setelah saya pikir-pikir yang membuat saya marah adalah karena saya merasa sakit. Orang yang bertanggung jawab menyakit diri saya bukan orang lain, tapi diri saya sendiri yang mengizinkannya. Tentu saya bisa saja tidak menganggap dan tidak memperdulikan semuanya, yang berujung pada saya tidak akan merasa terluka atau apa. Tapi, kadang melakukannya tidak semudah menuliskannya.
Ada satu ketika kamu telah memupuk harap, jaraknya pun terasa sudah teramat dekat. Namun, justru ketika harapan itu sedang melambung tinggi-tingginya maka ia berpotensi untuk mudah sekali jatuh dan goyah. Ya, semakin tinggi lambungannya maka semakin kencang angin yang akan menerpanya. Lalu, menaruh harap pun menjadi sesuatu yang amat riskan dan menakutkan. Mundur teratur pun kembali dilakukan. Harus bagaimanakah menaruh harap itu dilakukan? Saya masih tidak punya jawaban.
Ya, kembali membangun benteng diri, bersembunyi, dan melarikan diri mungkin bisa menjadi pilihan untuk saat ini.
No comments:
Post a Comment