6.27.2014

Lo Pilih Prabowo?


Sebenarnya saya nggak mau ngotorin blog saya dengan ikutan ribut soal kampanye dan pemilu. Meskipun, di dunia nyata saya tetap menyimak perkembangan pemilu dan tentu saja nggak apatis dengan persoalan yang menyangkut masa depan Bangsa ini. Tapi, ketika membaca tulisan ini saya rasa pertimbangan dan pemikiran saya selama ini cukup terwakilkan. Ya, akhirnya saya cukup mantap untuk menentukan pilihan. Seperti kata penulis, pemilu ini bukan tentang siapa yang lebih baik dari yang lain melainkan tentang memilih yang lebih sedikit keburukannya dari yang ada--tentunya dengan subjektivitas saya. Selamat menyimak! Saya hanya merasa anda perlu membaca ini.

Dikutip langsung dari sini 

 





Seorang temen cukup terkejut ketika dia tau di path gw ngeshare gambar dukungan buat prabowo sehingga dia bilang, “We need to talk!” Lalu gw minta japri via line. Ketika dia minta alasan kenapa gw condong ke nomor satu daripada dua, penjelasan singkat gw sepanjang ini:

  1. Alasan ideologis: prabowo dan gerindra relatif lebih ramah terhadap agenda dan isu islam dibanding jokowi dengan pdip nya. Dalam peta dukungan, para ulama dan cendekiawan muslim juga mayoritas condong ke prabowo. Pdip beberapa kali head to head dengan agenda islam, termasuk penolakannya dalam uu perbankan syariah sedangkan produk hukum dan tata aturan buat pebankan syariah keniscayaan buat ada mengingat kebutuhan yang mendesak. Gw nggak bisa memberikan dukungan gw untuk sekelompok orang yang secara nyata dia nggak mengakomodir kepentingan islam.
  2. Alasan tipe kepribadian. Gw punya preferensi lebih menyukai orang yang mempunya tipe kepemimpinan koleris. Dia memang keras dan di tingkat ekstrim berpotensi menjadi kepala batu bahkan diktator, siapapun itu. Tapi itu yang gw suka, keras, perfeksionis, tegas. Itu ada di prabowo. Preferensi ini muncul karena gw lebih suka bekerja dan melihat orang bekerja dengan tipe orang seperti itu, case jaman masih di kampus: ijul ketua bem fe 2011, ali, sarah teammate gw di bem fe 2012 yang banyak mempengaruhi gw dalam hal sikap dan ketegasan. Jokowi tipe sanguin plegmatis, populer cinta damai konformis. Lebih jauh tantangan dan kebutuhan indonesia ke depan lebih baik punya tipe koleris daripada sanguin. Jusuf kalla juga koleris tapi sayangnya dia sekali lagi hanya cawapres sehingga meski gw kagum di banyak hal dengan JK tapi alasan ideologis pertama menghalangi gw milih jokowi.
  3. Alasan kapabilitas dan kompetensi: dua debat awal menunjukkan bahwa jokowi menurut gw nggak punya wawasan keindonesiaan yang lebih baik dari prabowo terlihat dari bagaimana visi dan cita cita yang dia narasikan. Apalagi kalau wawasan internasional. Mungkin debat malam ini bisa berkata lain tapi tanpa ngurangin rasa hormat ke jokowi, dia itu ibarat anak tingkat dua yang maju nyalon BEM UI: belum matang, kasian kalau jadi meskipun mungkin JK akan sangat bisa nge back up (meski di sisi lain potensi dominasi JK terhadap jokowi lebih besar daripada case SBY JK). Prabowo punya visi keindonesiaan itu, sikapnya tentang kedaulatan lebih jelas daripada jokowi. Wawasan internasional mungkin bisa dilihat dari penguasaan bahasa asing dua calon termasuk pemahaman mereka berdua terkait geopolitik luar negeri.

Tantangan indonesia ke depan bejibun. Hankam: konflik laut china selatan, separatisme, penempatan ribuan marinir amerika di darwin (halaman belakang rumah kita). Ekonomi: masyarakat ekonomi asean, dominasi asing atas penguasaan sumber alam kita, gap antara kaya miskin makin lebar dst. Sosial politik: intoleransi sara yang berpotensi meningkat, kebanggaan sebagai Indonesia yang perlu makin dikuatin nilai dan implementasinya. Dll. Dari itu gw melihat prabowo lebih baik untuk dipilih dari jokowi meski harus gw akuin bahwa pilpres ini adalah pilpres yang paling tidak menyenangkan buat gw karena dua pilihan yang ada bukan dalam konteks mana yang lebih baik dan yang lebih buruk tapi dari dua yang buruk itu mana yang keburukannya, tentu saja dalam subjektivitas gw, lebih sedikit. Prabowo berhasil memenangkan nalar dan hati gw buat milih dia.

Kurang lebih seperti itu.”

No comments: