2.22.2015

Harapan

Saya memiliki seorang teman. Dia mengaku dirinya adalah orang yang pesimis. Bukannya tidak pernah memiliki harapan yang tinggi, pernah. Tetapi, kerap kali ia merasa amat terjatuh ketika harapannya tidak terwujud. Ia takut terjatuh, takut kecewa dan merasakan sakit. Sebagai seorang teman, tentu saya menyemangatinya untuk menjadi sosok yang optimis. Saya katakan, jangan takut dan berharaplah setinggi mungkin. Saya berkata begitu karena ketika harapan kita tinggi dan saat itu kemungkinan terburuknya adalah jatuh maka kita akan jatuh sedikit di bawah harapan kita. Seperti kata Ir. Soekarno, "Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau jatuh di antara bintang-bintang." Sekalipun jatuh, kita tidak jatuh ke dasar namun sedikit di bawah pencapaian yang kita inginkan.

Akan tetapi, saya sendiri pun tidak menampik perasaan takut sejenis. Saya selalu bertanya pada diri sendiri, apakah bisa jika kita hanya berharap tanpa rasa kecewa? Berharap setinggi mungkin dan tidak menerima rasa kecewa apapun saat harapan tersebut tidak tercapai. Jawabannya adalah tidak. Harapan selalu berbanding lurus dengan risiko menerima kekecewaan. Makin besar kita berharap, makin tinggi angannya maka makin besar potensi kekecewaannya, makin tinggi kemungkinan posisi terjatuhnya. Tentu, makin sakit rasanya.

Lalu, apa tidak boleh kita berharap? Boleh. Namun, bersiaplah untuk memperbesar kapasitas hatimu menampung kecewa. Itu kuncinya. Orang-orang dengan harapan besar tidak pernah takut, karena mereka tahu seberapa luas dan besar hatinya untuk menampung kecewa.

"Seberapa besar kita boleh berharap? Sebesar kapasitas hati kita untuk menampung rasa kecewa." -Nazrul Anwar


No comments: