9.09.2014

Teman Bicara

"Kau tahu, semakin tua orang tua kita semakin besar kebutuhannya akan teman bicara."
Terkadang, saya merasa bersalah saat tidak bisa senantiasa menghubungi orang tua di rumah. Saya bukan tipe anak yang selalu dihubungi atau menghubungi orang tua tiap detik dalam sehari. Malah, saya merasa sedikit aneh dengan kebiasaan anak-anak yang senantiasa dihubungi atau menghubungi orang tuanya tiap detik. Mungkin karena kebiasaan sejak dulu tidak pernah terlalu jauh dengan orang tua.

Berbeda dengan biasanya, belakangan ini saya menangkap perbedaan pada ibu saya. Beliau sepertinya ingin semakin sering menghubungi saya. Dalam hitungan beberapa hari saja, beliau sudah menanyakan kabar. Namun, saya memahami itu sebagai bentuk beliau yang agaknya sudah mulai kesepian dan butuh teman bicara. Beliau sering sekali mengatakan kesepian.
Wajar saja, saya dan empat saudara saya sudah memiliki kehidupan yang tentunya mulai terlepas dari kedua orang tua. Ketiga kakak saya sudah menikah, tentu mereka telah menjalani kehidupan bersama keluarganya masing-masing. Saya, di kota orang menuntut ilmu. Adik saya, saat ini sudah memasuki jenjang sekolah menengah atas dengan segala kegiatan ekstrakulikuler yang diikutinya. Sementara bapak, semua juga tahu beliau adalah makhluk yang tak pernah 'bisa diam' di rumah kami.

Mungkin sesekali ibu saya menjaga keponakan dari kakak ketiga saya yang harus bekerja. Namun itu pun tidak sering. Saya sedikit sedih ketika ibu saya bercerita betapa sepinya rumah kami di saat-saat seperti ini. Lebih sedih lagi ketika bapak mengatakan betapa rindunya beliau dengan moment lebaran dimana semua anaknya dapat berkumpul. "Namanya juga orang sudah tua" begitu kata beliau. :')

Saya pun menyadari, orang tua saya butuh teman bicara. Meskipun saat di telepon saya tidak menyumbang banyak suara, mungkin itu cukup. Terdengar sekali ibu saya yang tak banyak bicara pun begitu antusiasnya bercerita tentang kegiatan sehari-hari dan kejadian-kejadian di seputaran tetangga dan saudara. Mungkin saya hanya bisa tersenyum atau menimpali 'hmm' 'hehehe' atau sejenisnya. Namun saya cukup bahagia masih bisa menjadi telinga untuk cerita-cerita ibu.

Sesibuk-sibuknya kamu, sediakanlah sedikit waktu untuk menjadi telinga bagi orang tuamu. Mungkin mereka butuh teman bicara sama seperti kita kecil dulu. Mungkin obrolan kita tak akan 'sepenting' obrolan dalam rapat organisasi atau diskusi ilmiah seputar kampus dan negara. Namun percayalah itu jauh lebih berharga dibandingkan dengan hal-hal yang saya sebutkan sebelumnya. Setidaknya, selama kita masih membersamai mereka. :)

No comments: