3.30.2014

Dari Hati Ke Hati

Dulu saya pernah melakukan sebuah kesalahan. Ketika itu saya begitu kesal dengan adik tingkat saya, beberapa tepatnya. Bukan hanya saya,tapi teman-teman saya yang lain juga merasakan hal yang sama. Ini terkait dengan tanggung jawab mereka yang kami anggap kurang pada sebuah kepanitiaan acara. Saya salah satu yang menegur adik tingkat saya di depan saat evaluasi. Meskipun saya tidak sebut nama, tapi bagi saya sendiri jelas pesan itu untuk siapa.

Setelah mengeluarkan segala kekesalan saya itu, bukan rasa puas yang saya dapatkan. Entahlah, saya yakin bukan itu yang saya mau. Terlepas dari saya tipe orang yang tidak suka blak-blakan, saya justu  merasa ada yang salah. Diam-diam, saya menyesal. Bukan karena teguran yang saya berikan. Sungguh, saya benar-benar ingin melakukannya. Tapi, saya tahu yang salah adalah caranya. Saya menyesali cara saya.

Saya pikir, melakukan seperti apa yang dicontohkan kepada saya adalah benar. Namun ternyata tidak. Mungkin, dulu saya pernah ada di posisi dimana saya yang ditegur. Dan saya melihat itulah contoh bagaimana menegur itu dilakukan. Namun, sekali lagi saya katakan saya salah. Nasehat, teguran, adalah bentuk perhatian. Dan perhatian itu datangnya dari hati. Sesuatu yg datangnya dari hati itu ingin saya sampaikan sampai ke hati. Maka bukankah harusnya saya sampaikan dari hati ke hati?
Menegur seseorang di hadapan umum tidak akan menyampaikan pesan hati itu. Itu hanya akan menyampaikannya kepada akal. Pesan itu, mungkin akan menjadi sebuah pedang yang melukai perasaan. Bukan ilmu yang menjadikan diri lebih baik. Maka ketika dengan keras dan lantang saya lemparkan teguran itu, mungkin diam-diam ada hati kecil yang terluka. Mungkin, perhatian saya tertangkap menjadi bentuk yang berbeda.

Maka bersabarlah saudaraku, teguran itu, nasehat itu, datangnya dari hatimu bentuk perhatianmu. Jika kamu sungguh ingin memberikan teguran itu, maka pergilah mencari situasi dan kondisi yang tepat. Berdua, bertiga pun cukup, tidak perlu kamu buka kejelekan saudaramu itu. Karena sungguh, bukan kejelekanya yang sedang kamu tunjukkan melainkan kejelekan pribadimu sendiri.

Bukankah Tuhan saja menutupi begitu banyak aib-aib kita? Lantas, mengapa kita sendiri yang justru membukanya?

Pesan, nasehat, teguran itu datangnya dari hatimu (bentuk kepedulianmu). Tidakkah sebaiknya kamu sampaikan pesan hati itu kepada hati?

No comments: