3.28.2015

Misunderstanding Islamic Jargon


A : "Besok bisa datang nggak ke acara ini?" 
B : "Wah, nggak tahu nih. Mungkin datang, tapi Insya Allah ya.."
(Seketika itu juga si A menyimpulkan bahwa B tidak akan datang. Kemudian terbukti B memang tidak datang.)

Pertanyaannya adalah mengapa demikian?

Seringkali kita memilih menyelipkan kata Insya Allah untuk memberikan penolakan dengan halus. Mungkin, agar kesannya tidak terlalu blak-blakan. Namun, seperti sudah menjadi rahasia umum. Setiap kali seseorang mengatakan sebuah janji yang diselipi kata insya Allah maka besar kemungkinan mereka tidak akan memenuhinya.

Apakah kalian pernah mengalami hal seperti itu? 

Setahu saya, ketika kita mengatakan insya Allah itu berarti kita telah berjanji 99,99% akan memenuhinya. Presentasi sisanya adalah kemungkinan tidak memenuhinya karena kehendak Allah. Misal, ketika kalian tengah di perjalanan memenuhi janji pertemuan tiba-tiba terjadi kecelakaan atau sesuatu di luar kehendak kita. Ingat! Di luar kehendak kita, bukan sesuatu yang kita sengajakan seperti tiba-tiba harus jalan-jalan. Tidak seperti itu..

Saya sendiri terkadang sedih ketika mengatakan insya Allah lalu tiba-tiba ada seseorang yang memotong dengan cepat "yah, berarti nggak!" dalam memahami kalimat saya. Padahal dalam hati saya mengatakan pasti pergi, itu adalah janji. Dan bukankah kita dianjurkan untuk mengatakan insya Allah menyangkut perkara yang akan kita lakukan esok hari? Dilematis memang. Mungkin, kita perlu belajar untuk mengatakan tidak ketika menolak tanpa menyelipkan kata Insya Allah dan membedakannya dengan "Ya, Insya Allah saya pasti datang!".

Selain kata Insya Allah, masih ada beberapa kata lainnya yang disalahartikan. Tugas kita untuk membenahi kasalahpahaman tersebut. Maka sebelum membuat orang lain mengerti, mari perbaiki pemahaman kita sendiri. 

#ntms

No comments: