Showing posts with label celoteh. Show all posts
Showing posts with label celoteh. Show all posts

1.07.2016

Hiatus

Gambar dari sini

Halo.. cukup lama rasanya tidak bercerita di blog ini. Sesekali rasanya rindu. Tetapi kali ini saya ingin mengumumkan sesuatu, yaitu kemungkinan akan hiatus-nya blog ini untuk waktu yang cukup lama. Sedih ya, lama tidak muncul dan tiba-tiba memberi kabar buruk. Maafkan saya pembaca setia (kalau ada). :D Saya memprediksi tidak akan memiliki banyak waktu untuk beberapa bulan ke depan karena saya sedang ingin fokus melanjutkan pendidikan untuk saat ini. Alhasil mungkin blog ini akan sedikit terbengkalai seperti beberapa bulan terakhir saat sibuk mengurus skripsi dan lain hal. Tetapi, saya berencana untuk tetap sesekali menulis di blog ini. Tenang saja, kalian tetap bisa membaca ocehan random saya di tumblr ini. Keputusan hiatus ini tidak ada hubungannya dengan perselingkuhan dengan tumblr ya. :D So, siapapun yang mungkin ingin bertanya atau menyapa tetap bisa menghubungi saya via email seperti biasa. ;)

C u later!

11.12.2015

Melanjutkan Impian

Halo, sudah lama sekali sejak terakhir kali saya bercerita di blog. Rasanya, ada satu bulan yang benar-benar tidak terisi dengan satu postingan pun. Ada banyak hal yang terjadi dan saya lalui. Mulai dari hectic-nya menyusun bab 4 skripsi, mengejar-ngejar jadwal sidang, bekerja di proyek penelitian, wisuda, pindahan kos, pulang kampung, sampai mengikuti tes apoteker. Kalau dipikir-pikir lagi, ada banyak hal yang sepertinya sangat sulit dilalui (pada masa itu) akhirnya terlewati. Alhamdulillah.

Hal-hal yang saya sebutkan di atas benar-benar menguras banyak tenaga, waktu, pikiran dan perasaan. Saya saat itu hampir tidak mendapat waktu untuk sidang hasil dan akhir karena dosen pembimbing saya cuti hamil dan melahirkan, ditambah lagi dosen penguji saya harus pergi dan ada pula yang sakit. Jika dipikirkan, betapa sulitnya masa-masa itu. Namun, Allah memberi saya jalan. Setelah menaklukkan banyak kesulitan, akhirnya saya dinyatakan lulus. Saya masih tetap berada di perantauan untuk menunggu waktu wisuda. Saat itu, saya mengisi waktu luang dengan menjadi asisten dan bekerja untuk proyek penelitian. 

Di tengah kesibukan keduanya, saya pun menunggu waktu pendaftaran apoteker di Universitas lain. Tak disangka, di awal bulan Oktober ITB membuka pendaftaran. Lagi-lagi kejutan ini membuat kehidupan saya kembali ramai. Saya hanya memiliki waktu sekitar dua minggu untuk persiapan. Di tengah kesibukan mengerjakan penelitian yang menghabiskan waktu pagi-sore (bahkan terkadang malam), saya harus mempersiapkan administrasi, mengumpulkan bahan untuk belajar, dan tentu saja belajar. Tentu sudah menjadi rahasia umum, tes masuk apoteker ITB itu sulit. Ada banyak sekali postingan blog berisi cerita itu, bahkan menyarankan untuk belajar setidaknya dua minggu sebelum ujian. Sementara selama satu minggu saya hanya berkutat pada persiapan administratif dan mengumpulkan bahan belajar. Alhasil, saya selalu memaksa diri untuk bangun dini hari dan belajar. Sebagian teman-teman saya enggan mengikuti tes karena merasa waktu persiapan yang dimiliki sangat singkat. Bukannya tidak merasakan hal serupa, namun saya bertekad untuk tetap maju. Izin orang tua mudah sekali saya dapatkan pada waktu itu, sehingga saya tidak ragu untuk terus berjuang.

9.22.2015

Privasi



Totally true. Zaman sekarang kita tidak perlu masuk ke rumah seseorang untuk mengetahui kehidupan pribadinya. Ingin tahu tentang siapa keluarganya, temannya, kegiatan sehari-harinya, buka saja akun instagram ybs. Ingin tahu tentang hal-hal yang ia pikirkan, baca saja status facebook, twitter, line, path, dsb. Sadar atau tidak, kita menjadi sedemikian terbuka pada orang lain. Tidak sepenuhnya negatif, banyak sekali akun-akun yag menginspirasi dengan membagikan foto dan menceritakan kegiatan hariannya di media sosial. Tetapi, kita sama-sama setuju kan setiap hal punya dua sisi seperti koin, bisa berguna pun berbahaya seperti pedang?

Belakangan, saya beberapa kali membaca postingan yang isinya tentang penyalahgunaan foto atau tulisan untuk akun-akun palsu. Celakanya, akun-akun ini menggunakan foto bahkan tulisan itu untuk menarik simpati orang lain dan memanfaatkannya untuk tindak kejahatan. Tentu saja, itu merugikan pemiliki foto/tulisan yang asli. Ironisnya, postingan kita memberikan informasi/bekal dengan cuma-cuma untuk membantu orang lain melakukan kejahatan. Tidak menutup kemungkinan bahkan kejahatan yang tertuju pada diri kita sendiri. Ketahuilah, apa yang kita bagikan di dunia maya akan menjadi milik publik. Setuju atau tidak begitu kenyataannya. Jadi saya rasa menulis status "Sedih ditinggal pergi keluarga sendirian di rumah :(" bukan lagi sekedar hal yang remeh. Hati-hati.

Jangan sampai kita menutup rapat pintu rumah kita, tetapi lupa menguncinya di dunia maya. Ada lebih banyak orang yang berpotensi 'mengintip'mu melalui dunia maya dibandingkan dunia nyata. Itulah sebabnya, saya sendiri tidak terlalu sering memposting foto dan sedang berusaha mengurangi cerita pribadi di media sosial. Saya masih menginginkan privasi, sekalipun menunjukkan kehidupan seperti orang lain pun terkadang ingin. Akan lebih baik untuk memperbanyak membagikan hal-hal yang menarik bagimu, karyamu, proyekmu, dll.

Hati-hati ya! ;)

7.20.2015

Waktu yang Tepat

Saya percaya, dalam setiap hal yang tertunda ada hal yang lebih baik tengah dipersiapkan untuk kita. Ada peran-peran yang dihadirkan belakangan, ada kejadian-kejadian yang terjadi tanpa dugaan. Semua itu adalah skenario-Nya yang rumit. Kita yang mementaskan drama di atas panggung tidak perlu tahu itu. Kita hanya perlu menjalankan peran kita sebaik mungkin. Kita tidak perlu mempertanyakan tangan-tangan yang bekerja di balik layarnya. Yang kita tahu, the show must go on. Dan Sutradara manapun, selalu ingin pentasnya berakhir dengan baik bukan? Begitu pun akhir cerita kita. Percayalah, jika tidak bahagia itu bukanlah akhirnya.

6.20.2015

Ke-Eksklusif-an

Sebelum membicarakan banyak hal saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah ajakan yang mungkin ekstrim. Coba saat ini kalian memposisikan diri sebagai seseorang dari kaum marjinal di antara beberapa konglomerat. Sebagai seorang yang paling bodoh di antara cendekiawan yang menenteng buku-buku tebal. Sebagai seorang pendosa di antara para alim agama. Apa yang kalian rasakan (kira-kira)? Apakah kalian akan merasa terasing dan sulit memasuki perkumpulan tersebut atau justru merasa tidak pantas? Inilah yang disebut dengan kesan eksklusif. Menurut KBBI, eksklusif berarti a 1 bersifat mengasingkan diri (tt orang); 2 tidak bersedia menerima atau mengizinkan masuknya anggota baru (tt kelompok atau perkumpulan); 3 tidak termasuk.

Saya terpikir akan hal ini ketika melihat sekumpulan wanita muslimah berjilbab lebar. Tentu pernah kan melihat mereka membentuk lingkaran, mengaji atau sedang mengkaji ilmu? Coba sesekali tengok masjid di kampusmu. Tidak hanya wanita, laki-laki pun ada. Saat melihat lingkaran itu, rasanya sungguh menyenangkan jika bisa berada di antaranya. Bukan hanya pertemanan, tetapi juga persaudaraan. Sebagai orang yang setidaknya pernah mencecap sedikit manisnya perkumpulan semacam ini, jujur saya rindu. Namun, sebagai seseorang yang mungkin untuk saat ini tidak sesering dulu mengikuti lingkaran itu, saya merasa terasing.

Gambar dari sini
Saya pun menyadari satu hal. Entah disengaja atau tidak, mereka yang sedang membentuk lingkaran dalam kebaikan itu juga membentuk suatu penghalang (barrier). Lingkaran itu membuat batasan dalam hal bergaul. Saya memahami, bahwa sesungguhnya tidak ada niatan seperti ini. Namun, kesan yang tertangkap pada akhirnya oleh orang di luar lingkaran itu adalah sebuah keeksklusifan. Seolah-olah mereka yang baik itu, hanya mau bergaul dengan yang baik. Lantas memandang sebelah mata orang lain yang tidak termasuk dalam lingkaran. Kesannya sombong, tidak ramah, cuek, tak acuh, dsb.

6.19.2015

Pilihan Tuhan

"Hidup adalah pilihan. Tapi bukan memilih. Bukan juga dipilih. Hidup adalah soal pilihan yang dipilihkan. Kita dipilihkan Tuhan. Kapan dan di mana kita dilahirkan. Kapan dan di mana kita dimatikan. Kapan dan di mana kita dijodohkan. Juga nikmat apa yang diberikan. Kita dipilihkan."

-Mutia Prawitasari dalam Teman Imaji
Gambar dari sini
 Selama ini ramai diperbincangkan jika hidup adalah sebuah pilihan, tidak memilih sekalipun adalah sebuah pilihan. Lalu, ada pula yang menyatakan hal yang tidak biasa bahwa sebenarnya kita dipilih. Lantas mana yang kau yakini? Dari sekian macam pemahaman tentang memilih atau dipilih, kutipan kalimat di atas menawarkan pemahaman baru bagi saya. Awalnya, saya kurang mengerti dengan makna pilihan yang dipilihkan. Namun, belakangan saya memahaminya ketika dikaitkan dengan konsep Tuhan dan hamba-Nya.

Adalah video dari Ust. Nouman Ali Khan yang membuka pemahaman lebih luas kepada saya. Dalam sebuah video berdurasi tiga jam, Ust. Nouman Ali Khan mengajak kita memaknai Al-Fatihah (videonya bisa dicari via youtube dengan keyword: Rediscovering The Fatihah). Video yang membahas makna Alhamdulillah saja hampir satu jam itu sangat menginsprasi menurut saya. Adapun kaitannya dengan pilihan adalah makna dari Rabb dari ayat pertama surat Al-Fatihah.

6.17.2015

Memaafkan

Gambar dari sini
 "Hurting someone can be as easy as throwing a stone in a sea, but do you have any idea how deep it can go?"
-Unknown
Menyakiti seseorang layaknya melemparkan batu ke lautan. Kita tidak pernah tahu sedalam apa batu tersebut tenggelam. Kita tidak pernah tahu sedalam apa luka yang kita buat. Bisa jadi ada seseorang yang sampai saat ini masih membenci saya atas apa yang telah saya lakukan beberapa tahun silam. baik itu tingkah laku, tutur kata, disengaja atau tidak. Ini membuat saya terkadang ingin sekali meminta maaf kepada orang-orang yang saya kenal, terlebih mereka yang memiliki hubungan dekat dengan saya. Prinsipnya, semakin dekat hubungan kita dengan orang lain justru semakin mudah terjadi gesekan dan konflik. Ibarat ranting di pohon, potensi bergesakan antara ranting yang berdekatan tentu jauh lebih besar dibanding yang tidak. Lalu mengapa saya sebegitu inginnya meminta maaf? Sebab, semakin dekat pula suatu hubungan justru membuat gengsi kita semakin besar. Kira-kira mana yang lebih sulit dilakukan, meminta maaf pada orang yang sekali dua kali kita temui atau ibu, ayah, sahabat, pasangan? Tentu saja pilihan yang kedua jauh lebih sulit. Butuh keberanian dan kejujuran untuk melakukannya. Namun, ketika kita mampu melakukannya saya yakin itu bentuk permintaan maaf yang tulus.

Jadi, ketika ada orang terdekatmu meminta maaf.. daripada mengatakan "Eh kenapa tiba-tiba begini?" "Eh lo kenapa? kesambet apa?" cukup katakan, "Aku juga.."

Selamat menyambut bulan Ramadhan.. Mari kita mulai dengan saling memaafkan.

6.04.2015

Menyoal Selfie

Gambar dari Dok. pribadi
Memanjang foto diri sendiri sebenarnya sudah seringkali dilakukan banyak orang jauh sebelum kegiatan ini dikenal dengan istilah selfie. Semakin berkembangnya dunia internet, smartphone dan media sosial menjadikan kegiatan ber-selfie-ria kian populer. Tidak heran banyak smartphone keluaran terbaru dilengkapi fitur kamera yang mendukung dan aplikasi editing yang semakin banyak ragamnya. Bahkan, seorang amatir pun mampu melakukan editing sekelas pro. Jika dulu harus repot dengan photoshop dan program sejenisnya, saat ini cukup dengan satu klik saja kulit anda bisa jauh lebih putih dari aslinya.

Jujur saja, sebagai wanita pasti sulit menahan diri dengan selfie. Mengapa? Karena fitrahnya wanita itu ingin terlihat cantik dan tentu saja menunjukkan kecantikannya. Tidak mengherankan, jika selfie menjadi lekat dengan kaum hawa. Setidaknya, saat saya membuka instagram hampir sebagian besar foto yang diupload teman-teman perempuan saya adalah foto dirinya. Entah from head to toe atau sekedar wajahnya. Kadang saya cukup jenuh melihat wajah dimana-mana. Tidak perlu wajah orang lain, mengambil banyak foto wajah sendiri kemudian melihatnya di waktu yang berbeda saja membuat saya geli. Hehe.

5.26.2015

Undefined Happiness

Gambar dari sini
Kebahagiaan yang tak terdefinisikan.

Saya yakin setiap orang punya hal semacam ini. Setiap kita memiliki cara yang berbeda-beda dan unik dalam memperoleh kebahagiaannya. Suatu hal yang mungkin bagi saya membahagiakan, belum tentu membahagiakan bagi orang lain. Sebut saja, ada orang yang sangat bahagia ketika bermain dengan anak-anak. Ada pula yang bahagia karena bisa makan makanan kesukaannya. Atau bahkan bahagia karena bisa bermain hujan tanpa malu dengan usia. Kebahagiaan itu bisa amat sangat sederhana. Namun, tidak semua orang punya definisi yang sama untuk kebahagiaannya. Kita memiliki konsep yang berbeda. Namun, satu hal yang sama adalah kadang orang lain tidak mengerti konsep bahagia yang kita miliki dan vice versa. Mari kita menyebutnya sebagai kebahagiaan tak terdefinisi.

5.18.2015

Setelah 'ini' Apa?



Kemarin sore, saat tengah memberi makan hewan uji seorang teman--yang kebetulan juga tengah memberi makan hewan ujinya, tiba-tiba membuka sebuah obrolan serius.
T: "Ayu abis ini mau kemana?"
S: "Maksud 'ini' itu apa ya? Abis dari kandang atau abis apa?" jawab saya setengah bercanda.
T: "Hehe. Maksudnya, abis S-1 mau kemana?"
S: "Hmm.. Kemungkinan langsung kerja atau lanjut profesi. Pengennya sih bisa langsung lanjut, biasanya kalau sudah kerja jadi malas kuliah."
T: "Iya. Kalau aku sepertinya nggak jadi ambil double degree."
S: "Loh kenapa? Bukannya pengen jadi dosen?"
T: "Iya sih, tapi kata bapak 'ini' sebaiknya jangan ngambil S2 di situ. Mungkin aku ambil profesi aja dulu."

Dst. Begitulah percakapan kami berlanjut pada bidang kuliah lanjutan dan beasiswa. Percakapan itu dibuka hanya dengan pertanyaan singkat 'Setelah ini mau kemana?'

4.13.2015

Kriteria

"Jangan terlalu sesumbar soal kriteria. Kau tak akan pernah tahu kepada siapa hatimu akan jatuh. Bila suatu saat kau jatuh pada seseorang yang bukan kriteriamu, dunia akan bertanya. Yang ku takutkan adalah engkau akan malu. Beruntung jika kau tak peduli anggapan orang lain. Namun, bagaimana jika pada akhirnya kau memutuskan untuk membohongi dirimu sendiri?"

4.07.2015

Ekspetasi


Ketika membaca status itu, apa yang kalian pikirkan? Apakah kalian akan mengira bahwa saya kecewa terhadap orang lain karena berekspetasi lebih? Sebenarnya tidak. Ini bukan tentang siapapun, ini tentang saya sendiri.

Terkadang, orang lain menaruh berbagai ekspetasi terhadap saya. Mengira saya begini dan begitu. Dimana, pada kenyataannya tidak semua ekspetasi itu mampu saya penuhi. Tidak semua yang mereka pikirkan tentang saya benar. Mereka hanya akan kecewa ketika berpikir lebih tentang saya. Sebagai manusia biasa, tentu saya tidak mampu menjadi senpurna.

Saya pun begitu. Terkadang saya menaruh harapan berlebih pada manusia. Namun lupa, seperti saya, mereka mungkin juga tidak sepenuhnya persis seperti apa yang saya kira. Manusia tentu bisa salah, dan tentunya tidak sempurna. Maka, mengharapkan terlalu banyak pada manusia itu tidak baik. Itu semua, hanya akan membuat kecewa.

Tetapi, lewat kekecewaan itu saya meyakini Tuhan hendak mengajarkan, bahwa hanya kepada-Nya lah kita seharunya berharap (penuh).




3.31.2015

Menjaga Kepercayaan

"Sebagian orang sulit untuk menyatakan perasaannya (misal menceritakan masalahnya) kepada orang lain. Oleh karena itu, ketika kamu mendapatkan kesempatan untuk mendengarnya, jagalah kepercayaan tersebut. Dengan tidak mengumbar, misalnya."

Hidup atau Kita yang Tak Adil?


Di saat ada banyak orang tidak memiliki pilihan untuk makan, kita mengeluh "makan apa siang ini?"

Di saat ada banyak orang tidak memiliki atap untuk berteduh, kita mengeluh dari dalam rumah "hari ini panas sekali".

Di saat ada banyak orang harus bekerja keras untuk sesuap nasi, kita mengeluh "gajiku sedikit sekali".

Di saat ada banyak anak putus sekolah, kita mengeluh "kuliah itu melelahkan sekali".

Di saat ada banyak orang harus berjalan kaki, kita mengeluh di atas kendaraan "perjalanan ke sana jauh sekali".

Di saat ada banyak orang kehilangan orang yang disayang, kita mengeluh "orang tuaku cerewet sekali".

Di saat ada banyak orang serba kekurangan, kita mengeluh.. Jika sedikit saja tidak membuatmu bersyukur, bagaimana dengan yang banyak?

Sebenarnya, siapa yang tidak adil, hidup atau kita? Mungkinkah, mereka yang tak beruntung itu yang seharusnya ada di posisi kita?

#ntms


3.28.2015

Misunderstanding Islamic Jargon


A : "Besok bisa datang nggak ke acara ini?" 
B : "Wah, nggak tahu nih. Mungkin datang, tapi Insya Allah ya.."
(Seketika itu juga si A menyimpulkan bahwa B tidak akan datang. Kemudian terbukti B memang tidak datang.)

Pertanyaannya adalah mengapa demikian?

Seringkali kita memilih menyelipkan kata Insya Allah untuk memberikan penolakan dengan halus. Mungkin, agar kesannya tidak terlalu blak-blakan. Namun, seperti sudah menjadi rahasia umum. Setiap kali seseorang mengatakan sebuah janji yang diselipi kata insya Allah maka besar kemungkinan mereka tidak akan memenuhinya.

Apakah kalian pernah mengalami hal seperti itu? 

3.26.2015

Haram?

Gambar nemu di @yeahmahasiswa

Apakah di antara kalian pernah memikirkan hal semacam ini? Saya tahu, mengubah lelucon menjadi sebuah 'pesan hidup' itu tidak asyik bukan? Namun, bagaimana jika tulisan tersebut benar? Bagaimana jika guraun yang mungkin hanya sekedar lalu itu pernah kita lakukan? Kadang, kita mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Bahkan sialnya, sesuatu itu seperti lingkaran setan. Seperti kita mengambil pulpen, kemudian pulpen tersebut kita gunakan untuk mencatat. Lalu, kita belajar dari catatan tersebut, mendapatkan ilmu dan ilmu tersebut dipergunakan untuk bekerja. Jika diteruskan kita menghasilkan uang dari bekerja, dan uang itu kita gunakan untuk makan dst. Semuanya haram! Semuanya membuat kita menanggung dosa. Terdengar ekstrim memang, namun bagaimana jika itu benar? Kita seperti sedang ikut MLM saja, namun yang berkembang adalah dosa. Jangan-jangan nantinya kita akan sungguhan mendapatkan kapal pesiarr!! Haha tentu saja untuk membawa kita menuju neraka. Sederhana saja.. Tapi, sanggupkah jika kita memikulnya? #thoughtful

Membeli Pengalaman

Ada sebagian orang yang menurut saya jauh lebih kaya dibandingkan orang yang memiliki banyak uang sekalipun. Orang seperti apakah itu? Mereka adalah orang-orang dengan banyak pengalaman. Terkadang, saya sangat iri dengan orang-orang semacam ini. Mereka sangat 'kaya'. Sekalipun saya memiliki banyak uang, rasanya saya tidak akan bisa membeli pengalaman mereka. Mengapa? Karena pengalaman itu telah ditukar dengan banyak hal. Waktu, tenaga, perhatian, bahkan mungkin perasaan. Terlalu banyak hal berharga digadaikan untuk sebuah pengalaman. Itulah sebabnya, saya merasa orang yang memiliki banyak pengalaman itu kaya sekali.

Priceless! Berbahagialah kalian dengan sejuta pengalaman.. Saya benar-benar iri. :)

Naik Level


Saya pernah menuliskan tentang kehidupan tidak akan pernah menjadi lebih mudah di sini. Setiap saat kita dihadapkan pada tantangan baru, kesempatan baru, kesulitan baru. Semuanya, tidak pernah lebih mudah, semuanya semakin sulit dan berat. Namun tentunya, kita pun semakin berkembang menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh.

Seperti sedang bermain game, level permainannya semakin lama akan semakin sulit. Untuk melalui satu level baru, kita harus berusaha memikirkan trik atau cara baru yang berbeda saat memainkan level sebelumnya. Bahkan, kita harus bertahan lebih lama. Saat gagal kita akan mengulangnya kembali, kemudian mencari tahu dan mulai memahaminya. Jika cara ini tidak berhasil, maka mungkin cara itu akan berhasil. Kita mengulangnya, berusaha sampai melalui setiap level dan mencapai level tertinggi, tersulit.

3.11.2015

Tidak Pernah Memiliki

Ada sebuah hikmah dari setiap hal yang kita alami, setidaknya saya percaya itu. Dari sekian hal yang saya alami belakangan ini saya tersadar bahwa kita tidak pernah memiliki sesuatu. Kita, hanya diberi kepercayaan untuk dititipi sesuatu.

Maka, ketika kehilangan sesuatu tidak seharusnya kita bersedih hati. Karena sesungguhnya yang hilang bukanlah milik kita. Sesungguhnya titipan itu, hanya diambil kembali oleh si empunya. Bukankah itu wajar? Bukankah sebagai orang yang dititipi, kita harusnya selalu siap kapanpun si pemilik akan mengambil titipannya?

Tentu saja, iya.

Rahasia untuk tidak merasa kehilangan yaitu dengan menganggap kita tidak pernah memiliki sesuatu. Segala sesuatu yang ada di diri kita tidak benar-benar ada di dalam diri kita. Anggaplah ia menjadi sesuatu yang melekat, di luar bukan di dalam. Sehingga saat ia pergi, hilang atau bahkan diambil kita tidak kehilangan bagian dari dalam diri kita. Kita hanya melepaskan apa yang tadinya melekat. Dan itu tidak akan mengurangi apapun dari diri kita, meninggalkan lubang, celah atau semacamnya.

Untuk apapun itu yang terlihat seperti milikmu. Harta, ilmu, rupa, bahkan orang yang kau sayang sekalipun.

3.04.2015

Disitu Saya Merasa Sedih

Sedih ketika memiliki perasaan "sepertinya saya yang datang paling terlambat" kemudian mendapati kenyataan saya yang ternyata datang lebih dulu.

Sampai kapan? :(