1.31.2014

[Pending Post]

Beberapa hari yang lalu saya sempat kaget *lebay* :D. Ternyata ada dua org yang nanya ke saya di ask.fm. Berhubung lagi nggak sempet jawab pertanyaan via ask.fm, sepertinya nanti akan saya jawab via postingan aja yaa.. Jadi bagi temen-temen yang nanya jangan kecewa.  Ceritanya saya pending, sekaligus saya ceritakan kenapa saya pending nanti yaa.. ;)

Sekian. Malang, 31 Januari 2014.

Tetap Berdiri atau Berlari

"Bukan rasa pesimis yang akan dibawa pulang, tapi semangat membara untuk berlari mengejar ketinggalan."

Sesungguhnya setiap ada kemauan pasti ada jalan. Bersyukur bisa melihat kenyataan ini secara langsung (meskipun sedikit pahit dan perih), dan apa-apa yang diperlihatkan kepada kita boleh jadi adalah petunjuk. Adalah pilihan kita, untuk mau maju, atau tetap menangisi keterpurukan yang ada.

:)

31 Januari 2014

1.27.2014

Apakah Ada?

Sesekali saya menengok statistik di blog. "Hmmm.." Saya pun berpikir kira-kira siapa saja kah yang membaca cerita saya, setiap waktu, dengan setia, dengan ketulusannya. Tunggu dulu, jangan berprasangka. Hehe. Maksud saya adalah, tulus tanpa paksaan, karena menyukai apa yang saya tuliskan, apa yang saya pikirkan, terlebih menyukai atau memikirkan hal yang serupa dengan saya. Apakah ada?


1.26.2014

Social Networking in Islam

Oke kali ini saya akan share pict aja yaa, daripada nggak ada ilmu atau pemikirn yang saya bagi. Sebenarnya sih ada banyak cerita yang melintas di pikiran saya belakangan ini, tapi entahlah setiap kali saya tuliskan ceritanya justru nggak selesai. :D 

Oke, langsung aja ya.. Gambar berikut ini saya peroleh dari Owh So Muslim, salah satu komik dakwah yang saya sukai karena lucu-lucu dan menarik. Tema kali ini tentang Social Networking di dalam Islam, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dan dihindari. Simak ya! ;)



1. Berbagi dan Menyebarkan yang Baik


Nggak asing lagi kan kalau medsos bisa kita jadikan ajang untuk berbagi ilmu dan menyebarkan informasi. Tapi perlu diingat, cukup sebarkan informasi yang berguna dan bermanfaat. Banyak-banyak berbagi ilmu dan kebaikan, kalau orang yang membacanya ikut melakukan kebaikan itu tentu kita akan mendapatkan kebaikan pula. Sebaliknya, kalau yang disebarin berita bohong, ilmu sesat dan hal-hal negatif tentu saja malah mendatangkan hal-hal buruk juga pada kita, dosa lagi. Allah Maha Melihat loh, eh di sebelah kirimu juga ada malaikat Atid!

Kurang Panutan

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Seperti kerupuk dalam toples yang tidak ditutup, melempem.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Dunia maya-nya bahkan jauh lebih nyata dibanding dunia nyata itu sendiri.
Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Katanya mengenakan pakaian mahal, tapi betapa mengherankannya justru membuat harga diri pemakainya menjadi murah.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Hedonis, lebih suka bersenang-senang ketimbang memikirkan persoalan sosial, ekonomi apalagi politik negeri.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Saat pakaian keagamaan justru diubah sesuai fashion, diobrak-abrik sesuai keinginan mereka, katanya ini perkembangan zaman.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Cuek sekali ketika ibunya sakit. Tetapi saat kekasihnya berkata tidak mau makan, segala usaha dikerahkan hanya untuk memintanya makan.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini? Merengek-rengek minta dibelikan 'tablet', padahal dulu dipaksa meminumnya saja tidak mau. Padahal sebagian besar hanya digunakan untuk medsos, medsos dan medsos. Kalau tidak, ya untuk game.

Kerap kali orang dewasa, senior dsb mengeluh. Ada apa dengan generasi saat ini?

Kerap kali mereka bertanya begitu. Mempertanyakan keadaan yang telah berubah drastis, 180 derajat berbeda dari keadaannya dulu. Nasehat, petuah, perkataan orang bijak tiada kurangnya diberikan.

***

Ya, nasehat memang tiada kurangnya diberikan, yang kurang hanyalah panutan.

Kerusakan itu bukan hanya terjadi karena dunia ini tersisa orang jahat saja, namun juga karena orang baik memilih untuk diam.
Maka besok-besok bertanyalah.. "Ada apa dengan saya hingga generasi sekarang seperti ini?"


1.20.2014

Jangan Berhenti

"Jangan pernah berhenti, hanya karena kamu merasa kecil." #SelfNote

1.17.2014

Sesekali Menangislah..

Sesekali menangislah..

Sesekali menangislah karena rindu pada sang baginda Rasulullah SAW. Menangislah karena engkau merindukan sosok yang bahkan tidak pernah engkau lihat. Menangislah karena engkau mencintai sosok yang bahkan tidak pernah melihat engkau, namun dengan gigihnya memperjuangkanmu, dengan nyawanya.

Atau..

Sesekali menangislah karena tak sedikitpun engkau rindu.. Menangislah karena tak sedikitpun engkau merindukan sosok yang bahkan tidak pernah engkau lihat. Menangislah karena engkau tak pernah sedikitpun mencintai sosok yang bahkan tidak pernah melihat engkau, namun dengan gigihnya memperjuangkanmu, dengan nyawanya.

Sesekali menangislah karena engkau sadar, tanpa kedatangannya ke muka bumi ini mungkin hari ini duniamu masih gelap, gulita.

Sesekali menangislah karena engkau sadar, bahwa duniamu kini kembali mendekati kegelapan, sepeninggalnya.

Menangislah karena kerinduan pada sosoknya.

Dan engkau hai para wanita, sesekali menangislah.. Karena tanpanya, mungkin hari ini belum tentu kita masih hidup. Karena tanpanya, mungkin hari ini kita menjadi budak. Karena tanpanya, mungkin hari ini kita masih dianggap rendah. Dan karena tanpanya, mungkin napas kita telah diputus, jauh sebelum kita melihat dunia.

Menangislah.. karena kehadirannyalah, kita diangkat, dimuliakan, dan dihargai. Bersyukurlah.. Itu semua karenanya dan segala kebaikan yang ada padanya.

Kawan, sesekali menangislah.. Menangislah karena kadang engkau luput mengingatnya.


Late post?
Tidak, karena tidak ada kata terlambat untuk seseorang yang kita cintai.
14 Januari 2014

Membaca Pikiran

http://spoonful.com

Terkadang, saya ingin sekali bisa membaca pikiran orang lain. Tanpa perlu susah payah bertanya, tanpa perlu susah payah menduga-duga. Saya akan dengan mudah tau apa yang mereka pikirkan ketika berbicara dengan saya, apa yang mereka pikirkan tentang saya, dan apakah saya cukup menyenangkan atau menyebalkan di mata mereka? Semua itu tentu dengan mudahnya saya ketahui, jika saya dapat membaca pikiran mereka.

Tapi, setelah saya pikir kembali, sepertinya sekalipun Tuhan memberika mukjizat semacam itu, saya pasti akan menolaknya.

Mungkin, di awal-awal saya akan riang tak terkira, memiliki kemampuan semacam itu pasti akan sangat menyenangkan. Saya bisa mengerti apa yang orang lain pikirkan ketika kami sedang mengobrol, saya akan menimpalinya dengan hal yang tentunya akan "nyambung". Ah, pasti akan menjadi percakapan yang menyenangkan sekali. Ketika ujian, ketika tidak tahu apa jawaban dari soal-soal yang ada di hadapan saya, mudahnya, saya pasti akan membaca pikiran teman saya. Ah, ujian pasti akan sangat mudah bukan? Ketika saya sedang berbelanja, maka saya akan mudah memperkirakan harga terendah yang bisa saya bayar untuk mendapatkan barang yang saya inginkan, tentunya dengan membaca pikiran si penjual. Betapa menyenangkan bukan?

Semuanya sepertinya akan terasa menyenangkan dan jauh lebih mudah ketika saya-lah si pembaca pikiran itu. Namun, bagaimana jadinya jika orang lain pun memiliki kemampuan yang sama. Bagaimana jika mereka pun mampu membaca pikiran saya? Mungkin, tidak akan pernah ada percakapan yang menyenangkan dan "nyambung" seperti yang saya bayangkan. Iya, karena percakapan itu hanya terjadi lewat "kepala", lewat membaca pikiran lawan bicara masing-masing. Bayangkan, betapa sepinya dunia ini. "Kau tahu senang sekali bisa pergi denganmu!" | "Iya, aku sudah membacanya dari pikiranmu." | ..

1.13.2014

#Yukberhijab - ISSUU

Sepertinya banyak yang mau baca buku Yuk Berhijab, bahkan ada yang mencarinya dalam bentuk pdf/ebook di blog ini. Tapi maaf ya, saya nggak ngasih link download buku ini. Tapi, untuk mengobati kekecewaan kalian yang ingin sekali membacanya, ini saya share sedikit bagian buku ini. Saya ambil ini dari akun mba benefiko di ISSUU, ya semacam teaser lah kalau di film. :D

Nah silahkan membaca sedikit bagian dari buku ini, jika tertarik sebaiknya beli. Insya Allah ilmu di dalamnya jauh lebih berharga dibandingkan materi kita yang bisa disisihkan.




Bagi yang mau download sebagian buku ini seperti yang ditampilkan di atas klik di sini.

Just Like a Shoe


Just like a shoe. :)

Marriage : It's Not About You

My dad giving his response to my concerns was such a moment for me. With a knowing smile he said, “Seth, you’re being totally selfish. So I’m going to make this really simple: marriage isn’t for you. You don’t marry to make yourself happy, you marry to make someone else happy. More than that, your marriage isn’t for yourself, you’re marrying for a family. Not just for the in-laws and all of that nonsense, but for your future children. Who do you want to help you raise them? Who do you want to influence them? Marriage isn’t for you. It’s not about you. Marriage is about the person you married.

From: www.viralnova.com
Kutipan tulisan itu saya ambil pada tanggal 5 November 2013. Sesekali saya buka dari Evernote saya, untuk mengingatkan, bahwa pernikahan itu bukan semata-mata tentang 'saya'.

Mungkin anda yang membaca tulisan saya akhir-akhir ini--sejak berkepala dua (umur)--merasa sedikit aneh atau semacamnya. "Kenapa sih harus membicarakan pernikahan terus? Apa itu yang disebut syndrome usia 20-an?"

Pertama, jawabannya adalah ya. Bagi kaum wanita, sepertinya sudah saatnya memikirkan hal tersebut, karena memang di usia ini undangan pernikahan teman mulai berdatangan. Tidak heran kan jika terlintas dalam pikiran mereka, "Aku kapan?". Setidaknya dalam waktu dekat akan menyusul, tidak sampai 5 tahun, karena itulah standar kebanyakan orang, di atas 25 tahun, anda pasti tau pandangan orang lain terhadap seorang wanita pasti berubah. Meskipun, pernikahan itu bukan soal siapa yang lebih dulu, tapi itulah yang terjadi di sekeliling kita.

Kedua, belajar soal pernikahan itu bukan aib. Itu adalah kewajiban, menurut pendapat saya. Kata ust. Abay, belajar nikah itu bukan aib. Sepertinya belajar dengan membina hubungan haram itu yang aib. Sayang, banyak yang berpikir sebaliknya. Sayang banyak yang tidak sadar membina hubungan sebelum pernikahan itu seperti memancing. Setelah strike, habislah keseruannya.Sementara  belajar soal nikah, justru dianggap memalukan.

"Lo ngebet?"

Pertanyaan dangkal.

Ingatlah, menikah itu sama dengan separuh agama.

1.12.2014

Getting by Giving



Salah satu ajaran Ibu yang selalu saya ingat adalah pesan beliau untuk saling berbagi, terutama pada tetangga dekat. Dan untuk persoalan yang satu ini, saya tidak hanya diajarkan lewat petuah, nasehat. Namun, melalui sikap yang ibu tunjukkan. Ketika itu, setiap kali ibu memasak menu yang menurut saya enak dan tidak seperti biasanya, maka ibu akan meminta saya untuk mengantarkan semangkok masakan itu ke tetangga sebelah. Tepat saat masakan tersebut baru saja diangkat, sedang panas-panasnya.

Kemudian beliau berkata, Rasulullah ketika istrinya memasak, beliau akan berjalan-jalan dan mengukur sampai mana jarak masakan istri beliau tercium. Maka, sampai batas itulah beliau meminta istrinya untuk membagikan makanan tersebut. Saya, secara khusus tidak pernah mencari tau hal ini lebih jauh. Dari riwayat mana kisah ini, hadits siapa, dll. Tapi, yang saya tau, ada pesan baik di balik cerita Ibu saya itu.

"Jadi, kalau ada orang goreng ikan asin gimana ? Baunya kan kemana-mana?" canda kami.

1.10.2014

Peperangan Di Antara Wanita



Saya sempat terdiam, berpikir sejenak dan mengangguk perlahan. Kemudian, saya tersenyum sebagai tanda malu. Saya malu karena apa yang waktu itu saya baca, ada benarnya. Dan sekali lagi, saya tidak sadar bahwa saya telah 'terseret'.

Adalah tulisan mas Kurniawan Gunadi "Perang Cantik" yang saya baca beberapa hari yang lalu, saya lupa tepatnya hari apa. Tapi yang jelas, makna di balik tulisan itu sama sekali tidak saya lupa. Mari saya ceritakan sedikit-- tentunya dengan bahasa saya.

Saat ini, banyak wanita yang berlomba-lomba untuk menjadi cantik. "Wanita mana sih yang tidak ingin terlihat cantik?" Bahkan, saya tidak bisa menyangkalnya. Entah soal cantik dari sisi mana, dari segi apa, wanita tetap saja ingin terlihat cantik. Mari sebentar saja kita kesampingkan persoalan ingin terlihat cantik yang seperti apakah wanita itu.

Tetapi, tampaknya jenis-jenis kecantikan wanita saat ini tidak ada kategorinya. Semua menganggap sama saja. Wanita cantik itu yang kulitnya putih mulus, tau cara berpakaian yang menarik, bisa merias diri, dan hal-hal sejenis itu. Mungkin--saya katakan mungkin--sebagian besar berpikiran seperti ini. Setidaknya wanita itu sendiri.

1.03.2014

Kenapa Daunnya Jatuh?


 Jujur saja, sebenarnya saya paling membenci ketika saya harus menjalani sesuatu yang ditentukan oleh orang lain. Toh, saya kan manusia dengan akal sehat. Kenapa sih saya tidak boleh menjalani segala sesuatu sesuai pilihan saya? Kenapa harus ada yang dengan semena-mena menentukan, harus seperti apa dan menjadi apa diri saya ini.

Kadang saya ingin memaki, memangnya kamu pikir saya nggak punya akal sehat? Berani sekali kamu menentukan pilihan hidup saya?! Tapi terkadang makian itu justru seharusnya saya layangkan kepada diri saya sendiri. Loh, saya kan tadi mengaku berakal sehat. Namun, kenapa mau-maunya ditentukan pilihannya oleh orang lain. Kamu kan bisa memilih mengikutinya atau tidak. Begitu protes diri saya pada diri saya sendiri.

Akan tetapi, apa semua idealisme saya di atas selalu berlaku? Ya kadang tidak. Ada kalanya, saya pun memang harus memilih pilihan yang ada, yang dibuat oleh orang lain. Itu sekali lagi ya karena saya tidak membuat pilihan sendiri, lebih memilih dibuatkan pilihan kemudian dipilihkan satu di antaranya.

1.02.2014

Menghargai Bantuan Orang Lain

“Ketika kita meminta bantuan kepada orang lain, pada dasarnya kita meminta sebagian   dari hidupnya. Mereka harus memberikan sebagian waktu mereka untuk kita, sementara waktu adalah penyusun kehidupan, bukan? Maka hormati, sangatlah hormati, orang yang bersedia membantu, berpartisipasi, berkontribusi untuk kita. Meski tidak memuaskan, meski pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa, jangan sesekali menghargai murah apa yang telah mereka berikan. Karena pada dasarnya, yang mereka berikan adalah sebagian dari hidup  mereka.”
 Yasir Mukhtar
 ( yasirmukhtar.tumblr.com )



Menasehati Diri Sendiri (Heart VS Logic)



Pernah nggak kalian mengalami hal seperti Alice pada gambar di atas. Seringkali, memberikan nasehat dan solusi terhadap permasalahan orang lain itu jauh lebih mudah dibandingkan memberikan nasehat untuk diri kita sendiri.

Ketika ada yang bertanya dan meminta saran ke kita, duh bukan main mudahnya kita berkata "harusnya kamu begini, begitu..". Eh, ketika permasalahan yang sama menghampiri kita, "Ah, bingung! Masa saya harus begini, begitu? Nanti kalau malah jadi begini bagaimana? Nanti begini, nanti begitu?".

Iya nggak? Udah ngaku aja. :D Kadang saya juga gitu kok. Kita bisa melihat dengan jelas solusi yang harus dilakukan seseorang ketika mengahadapi sebuah permasalahan, tetapi tidak berlaku ketika kita yang mengalaminya.

Kira-kira  kenapa ya?

Tau nggak, ketika kita memberikan solusi ataupun nasehat kepada orang lain, terkadang kita tidak melibatkan perasaan kita di dalamnya. Jadi kita melihat dengan akal sehat--logika, bagaimana seharusnya permasalahan tersebut diselesaikan. 

1.01.2014

An Optimistic

Seorang yang optimis itu menjadikan dirinya seperti Buldouzer, dia tau jalanan di depannya tidak lurus, penuh halang dan rintang. Oleh karena itulah, dengan keyakinannya dia akan meratakan jalan di depannya.
Andrie Wongso (Wideshot)