6.23.2015

Jatuh Cinta dan Mencintai

Kau bisa jatuh cinta pada banyak hal, pada banyak orang. Namun, untuk tetap mencintainya adalah sebuah pilihan. Jatuh cinta itu hanya sesaat. Sementara mencintai tidak sesingkat itu. Mencintai berarti melakukan sesuatu. Mencintai berarti kata kerja. Kau harus mengusahakan sesuatu pada objek yang kau cintai. 

Mencintai berbeda dengan jatuh cinta. Mencintai adalah pekerjaan mulia, karena saat melakukannya kita tidak memikirkan diri kita. Melainkan kita memikirkan objek yang kita cintai. Kita melakukan sesuatu agar tetap bisa memberikan cinta kita. Entah itu perhatian, kepedulian atau pengorbanan. Sekali lagi jatuh cinta itu berbeda dengan mencintai. Jatuh cinta memalingkan pandanganmu, mencintai mempertahankan pandanganmu pada objek itu.

Saat kamu merasa sudah tidak lagi mencintai sesuatu, bukan karena kamu tidak lagi menyukainya. Pun bukan karena kau tak lagi bisa jatuh cinta pada objek yang sama. Kamu hanya menyerah dan berhenti berusaha untuk tetap mencintai. Mencintai adalah kata kerja. Jangan kau campur adukkan dengan egoisme untuk dicintai. Mencintai itu pilihan. Dicintai itu pemberian. Saling mencintai adalah saat kau mencintai objek yang juga mencintaimu. Pastikan kau memahami perbedaannya.

#general

6.22.2015

Aku yang Membutuhkannya


Periksa Hatimu

Malam tadi sepulang tarawih saya mendapati anak satu kos saya sedang berkumpul dengan teman-temannya. Tiga laki-laki, tiga perempuan. Jujur saja, yang pertama kali terlintas di benak saya adalah.. "Ni bocah-bocah pada nggak tarawih atau gimana? Triple date atau pada ngapain ini?" Iya, saya suudzon. Belum apa-apa saya telah menghakimi mereka. Cepat-cepat saya berpikir ulang mungkin saja mereka sedang belajar kelompok, atau semacamnya. Meskipun setelah dipikir-pikir tidak ada buku, laptop atau hal-hal yang berkaitan dengan itu.

Saya tersenyum kecil. Betapa cara penilaian saya terhadap orang lain justru menggambarkan diri saya sendiri. "Ah, sombong kamu", kata saya pada diri sendiri. Saya teringat, ujian bagi orang-orang yang mencoba menjadi baik adalah mengalahkan dirinya sendiri. Ujian orang yang mulai berbuat baik adalah mencoba istiqomah. Sementara ujian mereka yang telah istiqomah berbuat baik adalah kesombongan. Lah saya ini apa, baru juga berapa hari tarawih sudah berani menilai orang lain.

Sesungguhnya orang yang merasa dirinya baik, berarti tidak sungguhan baik. Namanya juga hanya merasa. Jadi ketika menjadi baik membuatmu memandang orang lain tidak sebaik dirimu, periksa hatimu. Jika menjadi baik membuatmu merasa paling baik, periksa hatimu. Boleh jadi ada yang salah di sana.
Gambar dari sini

"Kita kadang merasa lebih benar, lebih baik, lebih tinggi, dan lebih suci dibanding mereka yang kita nasehati. Hanya mengingatkan kembali kepada diri ini: jika kau merasa besar, periksa hatimu. Mungkin ia sedang bengkak. Jika kau merasa suci, periksa jiwamu. Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani. Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu. Mungkin ia sedang melayang kehilangan pajakan. Jika kau merasa wangi. Periksa ikhlasmu, mungkin itu asap dari amal shalihmu yang hangus dibakar riya."
Salim Akhukum Fillah,
 Dalam Dekapan Ukhuwah

#ntms 

6.21.2015

Hari Ini

Gambar dari sini
Setiap kita pasti pernah merasakan situasi semacam, "Eh udah bulan Juni ya, kayaknya baru kemarin bulan Mei."; "Eh nggak kerasa ya udah mau lulus aja, kayaknya baru kemaren jadi maba." *padahal 4 tahun dijalani dengan susah payah*. Oh well, perasaan 'kayaknya' memang terkadang terasa klise. Itu semua karena waktu terus  bergerak maju dan akan tetap begitu. Itulah mengapa, yang paling jauh adalah masa lalu. Kita tidak dapat memutar kembali waktu. Pun, kita tak dapat menghentikan pergerakan waktu.

Ada masa di mana kita takut dengan masa depan dan kenyataan yang harus dihadapi pada masa itu. Ada masa dimana kita khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti. Akan menjadi seperti apa nantinya? Bagaimana? Namun, saat mengingat waktu terus bergerak maju, saya menyadari sesulit apapun situasi yang dihadapi saat ini, itu semua akan berlalu. Apapun yang engkau takutkan, apapun yang engkau khawatirkan tentang masa depan pada akhirnya akan sampai di depan matamu. Ada pula masa di mana kita terpuruk dalam kesedihan, terluka dan berduka. Ingatlah bahwa waktu telah menjadi obat banyak luka. Sakitmu, perihmu, lukamu semua akan terobati. Karena waktu terus bergerak maju. 

Yang perlu engkau takutkan dan khawatirkan adalah hari ini. Apa yang kau lakukan hari ini? Sudahkah ini menjadi upaya terbaikmu? Sudahkah ini sebaik-baiknya kamu? Ingatlah hari ini. Lakukan sesuatu hari ini. Karena kita hidup hari ini. Masa depan pasti akan datang, entah di dalamnya ada atau tidaknya kamu. Maka lakukanlah yang terbaik hari ini. Jadilah yang terbaik, hari ini.

6.20.2015

Ke-Eksklusif-an

Sebelum membicarakan banyak hal saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah ajakan yang mungkin ekstrim. Coba saat ini kalian memposisikan diri sebagai seseorang dari kaum marjinal di antara beberapa konglomerat. Sebagai seorang yang paling bodoh di antara cendekiawan yang menenteng buku-buku tebal. Sebagai seorang pendosa di antara para alim agama. Apa yang kalian rasakan (kira-kira)? Apakah kalian akan merasa terasing dan sulit memasuki perkumpulan tersebut atau justru merasa tidak pantas? Inilah yang disebut dengan kesan eksklusif. Menurut KBBI, eksklusif berarti a 1 bersifat mengasingkan diri (tt orang); 2 tidak bersedia menerima atau mengizinkan masuknya anggota baru (tt kelompok atau perkumpulan); 3 tidak termasuk.

Saya terpikir akan hal ini ketika melihat sekumpulan wanita muslimah berjilbab lebar. Tentu pernah kan melihat mereka membentuk lingkaran, mengaji atau sedang mengkaji ilmu? Coba sesekali tengok masjid di kampusmu. Tidak hanya wanita, laki-laki pun ada. Saat melihat lingkaran itu, rasanya sungguh menyenangkan jika bisa berada di antaranya. Bukan hanya pertemanan, tetapi juga persaudaraan. Sebagai orang yang setidaknya pernah mencecap sedikit manisnya perkumpulan semacam ini, jujur saya rindu. Namun, sebagai seseorang yang mungkin untuk saat ini tidak sesering dulu mengikuti lingkaran itu, saya merasa terasing.

Gambar dari sini
Saya pun menyadari satu hal. Entah disengaja atau tidak, mereka yang sedang membentuk lingkaran dalam kebaikan itu juga membentuk suatu penghalang (barrier). Lingkaran itu membuat batasan dalam hal bergaul. Saya memahami, bahwa sesungguhnya tidak ada niatan seperti ini. Namun, kesan yang tertangkap pada akhirnya oleh orang di luar lingkaran itu adalah sebuah keeksklusifan. Seolah-olah mereka yang baik itu, hanya mau bergaul dengan yang baik. Lantas memandang sebelah mata orang lain yang tidak termasuk dalam lingkaran. Kesannya sombong, tidak ramah, cuek, tak acuh, dsb.

6.19.2015

Tips Aktivitas Ramadhan

Bantu sebar... Credit: MusliMagnet


Pilihan Tuhan

"Hidup adalah pilihan. Tapi bukan memilih. Bukan juga dipilih. Hidup adalah soal pilihan yang dipilihkan. Kita dipilihkan Tuhan. Kapan dan di mana kita dilahirkan. Kapan dan di mana kita dimatikan. Kapan dan di mana kita dijodohkan. Juga nikmat apa yang diberikan. Kita dipilihkan."

-Mutia Prawitasari dalam Teman Imaji
Gambar dari sini
 Selama ini ramai diperbincangkan jika hidup adalah sebuah pilihan, tidak memilih sekalipun adalah sebuah pilihan. Lalu, ada pula yang menyatakan hal yang tidak biasa bahwa sebenarnya kita dipilih. Lantas mana yang kau yakini? Dari sekian macam pemahaman tentang memilih atau dipilih, kutipan kalimat di atas menawarkan pemahaman baru bagi saya. Awalnya, saya kurang mengerti dengan makna pilihan yang dipilihkan. Namun, belakangan saya memahaminya ketika dikaitkan dengan konsep Tuhan dan hamba-Nya.

Adalah video dari Ust. Nouman Ali Khan yang membuka pemahaman lebih luas kepada saya. Dalam sebuah video berdurasi tiga jam, Ust. Nouman Ali Khan mengajak kita memaknai Al-Fatihah (videonya bisa dicari via youtube dengan keyword: Rediscovering The Fatihah). Video yang membahas makna Alhamdulillah saja hampir satu jam itu sangat menginsprasi menurut saya. Adapun kaitannya dengan pilihan adalah makna dari Rabb dari ayat pertama surat Al-Fatihah.

6.17.2015

Memaafkan

Gambar dari sini
 "Hurting someone can be as easy as throwing a stone in a sea, but do you have any idea how deep it can go?"
-Unknown
Menyakiti seseorang layaknya melemparkan batu ke lautan. Kita tidak pernah tahu sedalam apa batu tersebut tenggelam. Kita tidak pernah tahu sedalam apa luka yang kita buat. Bisa jadi ada seseorang yang sampai saat ini masih membenci saya atas apa yang telah saya lakukan beberapa tahun silam. baik itu tingkah laku, tutur kata, disengaja atau tidak. Ini membuat saya terkadang ingin sekali meminta maaf kepada orang-orang yang saya kenal, terlebih mereka yang memiliki hubungan dekat dengan saya. Prinsipnya, semakin dekat hubungan kita dengan orang lain justru semakin mudah terjadi gesekan dan konflik. Ibarat ranting di pohon, potensi bergesakan antara ranting yang berdekatan tentu jauh lebih besar dibanding yang tidak. Lalu mengapa saya sebegitu inginnya meminta maaf? Sebab, semakin dekat pula suatu hubungan justru membuat gengsi kita semakin besar. Kira-kira mana yang lebih sulit dilakukan, meminta maaf pada orang yang sekali dua kali kita temui atau ibu, ayah, sahabat, pasangan? Tentu saja pilihan yang kedua jauh lebih sulit. Butuh keberanian dan kejujuran untuk melakukannya. Namun, ketika kita mampu melakukannya saya yakin itu bentuk permintaan maaf yang tulus.

Jadi, ketika ada orang terdekatmu meminta maaf.. daripada mengatakan "Eh kenapa tiba-tiba begini?" "Eh lo kenapa? kesambet apa?" cukup katakan, "Aku juga.."

Selamat menyambut bulan Ramadhan.. Mari kita mulai dengan saling memaafkan.

6.16.2015

Go Ahead

Gambar dari sini

My mom told me, "If you don't know where to go or what you should do, just ask! At least you can read, and if it doesn't help, just ask. Nothing wrong with ask people."

Sejak kecil saya termasuk anak yang terkesan pemalu dan penakut. Sebenarnya, hal itu karena saya khawatir jika hal-hal yang ada di pikiran saya menjadi kenyataan. Misal, kalau saya pergi sendiri nanti tersesat bagaimana? Jika ada orang jahat bagaimana? dan pikiran-pikiran negatif lainnya. Sampai saat ini pun, pikiran-pikiran semacam itu membuat saya takut menghadapi banyak hal terutama saat dihadapkan hal-hal yang belum pernah saya alami sebelumnya. Saya selalu khawatir, banyak hal akan terjadi di luar perkiraan saya. Saya khawatir, orang lain akan menolak saya. Saya khawatir saya tidak akan pernah bisa melakukannya. Begitu banyak kekhawatiran yang meliputi saya.

Namun, saat mengingat pesan ibu, saya berusaha melawan ketakutan-ketakutan itu. Seperti sedang menyebrangi jembatan yang panjang, saya mencoba melewatinya, karena meyakini di ujungnya ada hal yang saya inginkan. Sekalipun ujungnya tidak terlihat, sekalipun jembatan itu panjang dan bergoyang. Pada akhirnya, saat saya berhasil melaluinya semua bayangan buruk dan pikiran negatif saya tidak pernah terjadi. Itu hanya ada di pikiran saya. Memang, banyak hal yang terjadi di luar jangkauan saya, namun tidak seburuk itu.

Dan suatu ketika, saat saya kembali merasa takut untuk melangkah. Saat saya ragu akan tantangan baru lainnya. Saya berusaha mengatakan pada diri ini, "Tidak seburuk itu. Majulah. Melangkahlah." Selalu ada ketakutan dan kekhawatiran yang meliputi diri ini. Tentang kenyataan di masa depan, tentang hal-hal tak terduga yang mungkin terjadi. But i tell myself, ''Everything gonna be okay. Just do it." Setidaknya kamu bisa membaca pertanda. Dan jika itu tidak membantu, bertanyalah. Jika kamu tidak tahu harus kemana, bertanyalah. Pun jika pada akhirnya tersesat, bertanyalah.

Tuhan pasti akan menuntunmu. Just go ahead.

6.14.2015

Jarak yang Mendekatkan

Kau tahu, jarak sudah terbukti menjadi ujian yg berat. Jarak telah banyak memisahkan pertemanan, persaudaraan, atau pun dua insan. Namun, ada kalanya jaraklah yang justru mendekatkan. Saat jauh dari seseorang, kita seolah-olah diberi jeda untuk saling merindukan. Jeda itu pun memberikan ruang kepada diri kita untuk menjadi lebih jujur dan menghargai kebersamaan. Jarak tidak selalu menjadi ujian. Jarak pun sewaktu-waktu mampu mendekatkan. Mendekatkan dua hati yang berjauhan.

Untuk Ibu, bapak, adik dan kakak. Edisi lagi kangen rumah tapi nggak bisa pulang. :') Selamat ulang tahun *ketumpung nomer tiga. Semoga jadi anak yang sholeh ya.

*ketumpung adalah istilah keluarga untuk menyebut cucu bapak/ibu a.k.a anak kakak-kakak saya.

6.04.2015

Menyoal Selfie

Gambar dari Dok. pribadi
Memanjang foto diri sendiri sebenarnya sudah seringkali dilakukan banyak orang jauh sebelum kegiatan ini dikenal dengan istilah selfie. Semakin berkembangnya dunia internet, smartphone dan media sosial menjadikan kegiatan ber-selfie-ria kian populer. Tidak heran banyak smartphone keluaran terbaru dilengkapi fitur kamera yang mendukung dan aplikasi editing yang semakin banyak ragamnya. Bahkan, seorang amatir pun mampu melakukan editing sekelas pro. Jika dulu harus repot dengan photoshop dan program sejenisnya, saat ini cukup dengan satu klik saja kulit anda bisa jauh lebih putih dari aslinya.

Jujur saja, sebagai wanita pasti sulit menahan diri dengan selfie. Mengapa? Karena fitrahnya wanita itu ingin terlihat cantik dan tentu saja menunjukkan kecantikannya. Tidak mengherankan, jika selfie menjadi lekat dengan kaum hawa. Setidaknya, saat saya membuka instagram hampir sebagian besar foto yang diupload teman-teman perempuan saya adalah foto dirinya. Entah from head to toe atau sekedar wajahnya. Kadang saya cukup jenuh melihat wajah dimana-mana. Tidak perlu wajah orang lain, mengambil banyak foto wajah sendiri kemudian melihatnya di waktu yang berbeda saja membuat saya geli. Hehe.

6.01.2015

Be Better






Seringnya sih seperti ini, kita merasa berhak untuk menilai orang lain saat kita merasa sudah lebih baik dibandingkan orang tersebut. Padahal, pemikiran kita terhadap orang tersebut, seperti dengan mudahnya menilai buruk adalah bukti bahwa kita pun belum benar-benar baik.

Bukankah, tugas kita hanyalah menjadi lebih baik dan saling mengingatkan? Sudah, cukup. Biarlah penilaian itu ditangani oleh yang seharusnya.