1.30.2015

Di Balik Memantaskan Diri

Ide menulis ini sebenarnya sudah lama. Tapi saya merasa sedikit ragu untuk membaginya di blog ini. Hehe. Karena saya pun masih amatir soal yang satu ini.

Berbicara tentang memantaskan diri, apa yang terlintas di benak kalian? Dulu, saya hanya mengira memantaskan diri hanyalah soal memperbaiki ibadah dan sikap yang sifatnya vertikal. Namun, kini saya sadar jika memantaskan diri bukanlah sekedar menjadi orang baik untuk mendapatkan orang baik. Lebih dari itu, ini tentang menyiapkan bekal untuk dikatakan pantas menerima tanggung jawab baru.

Memantaskan diri tidak hanya secara vertikal, tetapi juga secara horizontal, termasuk ke dalam diri kita sendiri. Belum ngeh ya? Ok, mari saya jelaskan.

Dorong atau Lepas?

"Kamu harus dorong sampai lewat tanjakan karena kalau kamu berhenti di tengah, mobilnya bakalan turun lagi. Kadang-kadang, hidup itu, ya kayak gitu Dek. Kayak dorong mobil di tanjakan. Susah, berat, capek. Tapi, kalau terus didorong, dan terus didoain, insya Allah akan sampai."

-Opa dalam Novel 12 Menit

1.20.2015

Manfaat Menulis

Ah, saya senang sekali pagi ini saat membuka kolom komentar di blog dan ada yang merasa terinspirasi membaca tulisan saya. Hehe. Kalau kata anak sekarang sih, apalah aku ini cuma bubuk remukan rengginang yang tulisannya masih cupu dan jauh dari penulis-penulis hebat. Tapi tahukah kamu, salah satu alasan saya senang untuk berbagi di blog adalah karena adanya pembaca. Terlebih, jika orang-orang yang membaca tulisan saya memberikan feedback positif. Aih, senangnya.. Ketika saya rajin menulis di blog, terlihat pengunjung di blog ini lumayan meningkat atau konsisten. Sebaliknya, ketika saya jarang menulis di blog justru ada penurunan pembaca. Oleh karena itu, saya pun harus menjaga konsistensi saya dalam menulis. Apapun itu.

Saya jadi teringat, dulu sekali saat awal blog ini saya buat, hampir tidak ada yang membaca. Alih-alih memberikan feedback. Dulu pun, saya tidak memiliki kenalan dari blog. Belakangan saya justru menemukan teman baru melalui blog ini, tentu saja dengan penghubung tulisan saya. Mungkin hanya bermula dari berbagi file via email, namun bersambung menjadi perkenalan. Bagi saya ini pengalaman yang unik dan menyenangkan.

Maka dari itu, menulis memberi pengalaman tersendiri bagi saya. Saya mengetahui beberapa orang hebat melalui tulisan-tulisan mereka, meskipun mereka tidak mengenali saya. Sepertinya, menulis membuka beberapa peluang. Salah satu di antaranya adalah ditemukan. Seperti kata mas Wahyu Aditya:


“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
(Rumah Kaca, 352) ― Pramoedya Ananta Toer


“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)” ― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 

Jika Kau Bukan Anak Raja Dan Bukan Anak Ulama Besar, Maka Menulislah. –Imam Al Ghazali

That's why we should write! :)

1.18.2015

Journey to Tapin

Halo! Selamat minggu pagi!

Saya mau cerita tentang perjalanan saya dan teman-teman ke kabupaten Tapin. Lokasi ini merupakan salah satu lokasi beberapa teman saya menjalani KKN. Nah, kebetulan mereka berniat mengunjungi desa itu kembali. Jadilah, saya dan teman saya lainnya ikut serta. Ya, beginilah kecenderungan mahasiswa tingkat akhir. Di samping karena cukup banyak waktu luang yang dimiliki, kami juga berniat menghabiskan waktu yang tersisa bersama-sama. "Berkumpul lah saat lo masih bisa kumpul bareng temen", begitu.

Ada tiga destinasi yang ingin kami kunjungi, danau-goa-bukit. Sebenarnya, belakangan saya sadar tempat-tempat semacam ini entah bagaimana caranya mereka temukan. Jika kalian coba cari di google pun mungkin belum ada. -.- Memang, tempat-tempat ini bukanlah objek wisata terkenal seperti pulau kembang, pasar terapung atau pantai Angsana. Namun, jika untuk mendapatkan foto profil baru kemudian di-share di medsos dan kebahagiaan tentu layak sekali untuk dikunjungi. :D


Kalau saya, memang demen mengunjungi wisata alam, and I prefer to enjoy the moments.

Saya catat di sini untuk saya baca kembali di kemudian hari.

1.15.2015

Ini Akan Berlalu


Ini terlalu sayang untuk tidak di-share.


Ini akan berlalu, dan kita akan baik-baik saja. :)

Jangan Meremehkan Hal Kecil

Setiap orang setidaknya harus belajar dari kesalahan. Mungkin inilah saatnya bagi saya. Sejak kecil, saya adalah tipe orang yang selalu takut melanggar aturan, setidaknya saya akan melakukan sebagian besar hal-hal di jalurnya. Sampai saat ini pun saya masih menganut prinsip tersebut. Ada banyak hal di luar rencana yang akan menghadangmu, mematuhi aturan setidaknya akan mengeliminasi masalah yang tidak sepatutnya masuk perhitungan atau mudahnya bisa kita prediksi dan hindari sejak awal.

Namun, tidak kali ini. Sudah dua orang teman mengingatkan saya, tapi entah setan apa yang mampir dan mengglayuti saya hingga sedemikian entengnya melanggar aturan. Saya pikir, "Ah, ini tidak akan jadi masalah. Nanti pasti saya ingat." Begitulah.. dua kali kesempatan saya lewatkan.
Sampai ketika nama saya masuk dalam deretan daftar nama itu. Mungkin sebagian orang ada yang percaya dan ada pula yang tidak. Saya awalnya hanya terkekeh, dan sekali lagi masih menganggap "Ah, ini tidak apa-apa."

1.13.2015

Intelligence

Saya mau share sesuatu. Ini merupakan persoalan yang sejak dahulu kala sering menjadi pertentangan dalam pikiran saya sendiri. Saya kira, banyak orang yang juga merasakan hal serupa.

Sebelumnya coba lihat gambar ini:

Gambar dari akunnya @yeahmahasiswa
Nah, apa interpretasi kalian tentang gambar itu? Jadi ada perbedaan yang cukup menonjol antara laki-laki dan wanita. Laki-laki semakin tinggi pendidikannya, maka semakin besar jumlah peminatnya (sebagai wanita, saya mengakui itu). Setidaknya itu yang teramati oleh saya selama ini. Lain halnya dengan wanita, mereka cenderung diminati ketika memiliki pendidikan. Tetapi, ada satu titik dimana hal tersebut tidak akan berlaku. Justru, pendidikan tinggi menjadikan faktor yang menyebabkan turunnya minat. Sekali lagi ini adalah yang selama ini teramati oleh saya, bukan merupakan hasil penelitian atau survey.

Ini hanya joke, namun bukankah sering kita jumpai di kehidupan nyata? :D

Berdasarkan kecenderungan tersebut, saya menjadi bertanya-tanya "Apa sebenarnya yang salah?". Apakah wanita dengan pendidikan tinggi itu menjadi momok atau semacamnya?

Kemudian saya membaca tulisan ini:

1.12.2015

Pilihan Terbaik

“Terkadang kita memang tidak adil pada hidup kita sendiri. Tatkala tiada pilihan, kita menggerutu. Padahal Tuhan tak memberi pilihan lain karena telah menunjukkan itulah satu-satunya pilihan terbaik bagi hidup kita.” (p.184)

  -Bulan Terbelah di Langit Amerika-

1.11.2015

Input = Output

Dulu seringkali saya mendengar analogi antara lisan dan teko. Lisan diibaratkan teko, apa yang keluar dari lisan kita menunjukkan apa isi kepala kita. Apa yang keluar dari teko tentunya adalah sesuatu yang mengisi teko tersebut. Sebenarnya saya merasa analogi ini biasa saja. Namun, belakangan saya merasa analogi ini sedikit menarik. Mari kita pikirkan hal lain yang serupa.

Dulu.. tulisan di blog saya ini kebanyakan curhatan. Maklum saja, si empunya masih SMA. Namun, setelah lulus pun tidak jauh berbeda. Setelah sekian lama, saya menyadarinya dan menghapus beberapa tulisan yang nggak banget jika dibaca orang lain.

Kemudian, waktu berlalu. Saya banyak membaca tulisan-tulisan inspiratif anak tumblr, terutama anak mudanya. Ide tulisannya beragam, mulai dari pengalaman, buku maupun pemikiran si penulis sendiri. Dari situ saya belajar cukup banyak dan mulai menyadari gaya menulis saya mulai berubah.

Seiring dengan waktu, saya pun membaca beberapa buku, opini, fiksi dsb. Kemudian saya tahu persis, perubahan itu secara perlahan terjadi seiring dengan perubahan dari apa yang masuk dalam pemahaman dan pikiran saya.

Saya pun menarik kesimpulan, memang output sangat dipengaruhi input. Kita dapat melihat sejauh mana pengetahuan seseorang dari tulisannya. Bahkan jenis tulisan, gaya menulis dan topiknya pun dapat menjadi clue, apa yang dipikirkan dan menjadi passion ybs. Maka dari itu, ketika membaca tulisan seseorang saya bisa memperkirakan buku atau tulisan semacam apa yang menarik minatnya dan hal apa saja yang menyita waktu dan pemikirannya.

So, ketika tulisan seseorang masih penuh dengan curahan hati, tentu orang tersebut belum selesai dengan dirinya sendiri. Ketika tulisan seseorang masih tentang kegalauannya tentang cinta, status jomblo dsb, tentu hal-hal itulah yang menyita pemikirannya.

Berbeda ketika tulisan seseorang berupa opini tentang kebijakan publik terbaru, itu tandanya orang tersebut peka terhadap perubahan. Ketika ia menuliskan review mengenai suatu buku, maka ia senang membaca, dsb.

Oleh karena itu, ketika kita menginginkan output yang baik maka mulailah dengan memperbaiki input.

Better input, better output.

:)

Garis Start

Waktu itu, tepatnya semester 5, banyak hari-hari yang saya lalui dengan mengeluh. Entah menggerutu bersama teman-teman senasib dan seperjuangan atau hanya di dalam hati. Semester 5 memang menjadi semester puncak kejenuhan. Padatnya praktikum, kegiatan organisasi, beban kuliah yang semakin berat dan tentunya tugas yang selalu datang silih berganti. Semuanya ada di pundak ini.

Inilah, apa yang saya rasakan saat itu

Namun saya tahu, untuk ke sekian kalinya, bahwa menyerah bukanlah sebuah pilihan. Mau tidak mau, saya tetap berusaha untuk berkerja keras, menahan setiap perasaan jenuh yang ada, dan berusaha tetap memberikan yang terbaik yang saya bisa lakukan.

Spirit of hardwork!

Meskipun begitu, ada hari dimana saya merasa teramat sangat jenuh dan tidak mampu lagi untuk menahannya. Waktu itu, saya merasakannya. Sumpek, bosan, jenuh dan merasa terpenjara. Saya sempat menangis karena perasaan itu. Sampai akhirnya, saya putuskan untuk menelepon ibu saya.

Fenomena Ngaret

Gambar dari komikmuslimah
Tentunya anda yang sedang membaca tulisan ini tidak asing dengan kata ngaret. Bahkan, sudah sangat familiar dengan pemikiran "Namanya juga orang Indonesia, pasti ngaret!".#miris

Saya salah satu orang yang sangat membenci hal yang satu ini. Sering saya dapati rekan ataupun teman terlambat saat membuat janji pertemuan. Terkadang, hal yang menurut saya cukup menyebalkan adalah mereka membuat waktu pertemuan lebih awal dari yang sebenarnya agar semua orang datang di waktu yang tepat. Ini tidak masalah ketika tujuannya memang baik. Apalagi kalau bukan untuk 'mengakali' orang yang hobi terlambat. Akan tetapi, hal yang membuat saya cukup geram adalah justru ketika si pelaku (yang membuat jadwal pertemuan) terlambat atau sengaja melakukannya agar tidak menunggu.

1.09.2015

Mungkin

Mungkin skripsi menjadi sangat melelahkan karena di sinilah tingkat kesabaran dan ketekunan tertinggi (dalam level kuliah) diuji. 

 Karena yang pandai sekalipun belum tentu sabar dan tekun.